Transisi Energi Berkeadilan dalam Perspektif Spiritualitas Keagamaan

Kondisi pencairan es di dekat Kangerlussuaq, Greenland, Selasa (14/9/2021). Peneliti menyatakan lapisan es Greenland mengalami pencairan besar-besaran akibat kenaikan suhu Bumi yang di atas rata-rata. ANTARA FOTO/ REUTERS/Hannibal Hanschke/foc.--

BACA JUGA:Menghidupkan Semangat Baru: MPLS yang Edukatif, Berkesan dan Inspiratif

The 28th Conference of the Parties (COP 28) of the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) diselenggarakan pada 30 November -- 12 Desember di Uni Emirat Arab menekankan penghapusan bahan bakar fosil yang mendesak dan peningkatan upaya mengakhiri deforestasi dengan memprioritaskan hak-hak kelompok dan komunitas rentan, masyarakat adat, masyarakat iklim, dan para pembela iklim.

Gerakan dari seluruh pemangku kepentingan menguat terutama dari kelompok multifaith dan untuk pertama kalinya yakni dalam COP28 ada paviliun khusus untuk agama dan kepercayaan yakni Faith Pavilion. Selama 12 hari COP28 di Dubai, program Faith Pavilion diselenggarakan yang bertujuan untuk bisa berfungsi sebagai media penyelesaian masalah, kemitraan, dan berbagai usulan rekomendasi yang bersifat holistik untuk meningkatkan keadilan lingkungan.

Faith Pavilion merupakan event multi-faith yang pertama kali dilakukan. Faith Pavilion ini mempertemukan perwakilan agama, masyarakat adat, pemimpin politik, pemuda, dan masyarakat sipil lainnya.

Program ini memfasilitasi dialog antargenerasi dan antaragama dalam meningkatkan peran agama/kepercayaan spiritual di bidang gerakan iklim serta mengadvokasi solusi holistik untuk melindungi Bumi dan iklim dalam jangka panjang.

BACA JUGA:Menyiapkan SDM Andal Penopang Pembangunan IKN

Faith Paviliun ini memberikan peluang, utamanya, pada tokoh-tokoh agama untuk mengambil keputusan tindakan iklim yang cepat dan efektif. Ini menunjukkan adanya kesadaran akan pentingnya melibatkan agama dan kepercayaan dalam upaya mengatasi masalah krisis iklim.

Gerakan penyelamatan iklim berbasis spirit agama atau kepercayaan penting dilakukan untuk memperketat pengawasan terhadap praktik-praktik yang merugikan kestabilan iklim. Komunitas keagamaan dan kepercayaan akan sangat efektif dalam melakukan usaha pendidikan terhadap komunitasnya masing-masing terkait krisis iklim karena mereka adalah kelompok yang juga sangat terdampak karena krisis ini.

Organisasi keagamaan punya otoritas yang kuat dalam mengkritik praktik-praktik yang melenceng dari ajaran agama atau kepercayaan yang dianut. Para pemimpin atau tokoh agama berperan sebagai penjaga moral, mentor akhlak, dan katalisator perubahan. Institusi agama sejauh ini terbukti punya pengaruh besar, juga kekuatan finansial yang besar sehingga mereka berpotensi untuk dimanfaatkan dalam kerja sama terkait aksi-aksi meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

Paus Fransiskus dan Iman Besar Al Azhar, Mesir, Ahmed Al-Tayeb, menandatangani pernyataan antaragama (interfaith) untuk mendukung aksi iklim. Penandatanganan diumumkan saat peresmian Paviliun Iman di COP28, Abu Dhabi.

BACA JUGA:Tawaf Disetiap Embusan Napas

Dokumen tersebut juga ditandatangani oleh para pemimpin agama dari seluruh dunia untuk menunjukkan komitmen mereka yang mewakili komunitas agama untuk mengambil tindakan cepat dan tegas demi mengatasi darurat iklim.

Mereka bekerja sama di panggung global karena ingin memberikan inspirasi tujuan-tujuan ambisius dalam menyerukan komitmen konkret terhadap perubahan iklim. Terdapat lebih dari 50 organisasi keagamaan yang bergabung dalam komunitas tersebut.

Agama juga mempunyai pengaruh kolektif yang mencakup banyak orang, terutama penganutnya, sehingga pengaruh agama inilah yang digunakan komunitas ini untuk memberikan inspirasi konkret, memajukan keadilan lingkungan, atau aksi-aksi beralih ke energi bersih.

Prinsip keadilan dalam transisi energi diharapkan tidak menimbulkan kerugian bagi siapa pun dan memupuk perdamaian dengan semua makhluk, mendesak aparat pemerintah, para kepala negara, dan para pebisnis untuk melakukan percepatan transisi energi, transisi ke model kehidupan sirkular yang selaras dengan alam, mengadopsi energi ramah lingkungan secara cepat. Dalam setiap agama, ada berbagai pijakan yang bisa dijadikan landasan dalam melakukan aksi-aksi iklim, khususnya transisi energi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan