Tanpa Izin ke Luar Negeri, Bupati Lucky Hakim Sampaikan Permohonan Maaf Kepada Masyarakat

Bupati Indramayu Lucky Hakim menyampaikan permintaan maaf usai plesiran ke Jepang tanpa izin-Ridwan-JawaPos.com

BELITONGEKSPRES.COM - Kasus Bupati Indramayu, Lucky Hakim, yang melakukan perjalanan ke Jepang tanpa izin resmi dari Gubernur Jawa Barat dan Kementerian Dalam Negeri, menyoroti pentingnya pemahaman kepala daerah terhadap aturan administratif yang melekat pada jabatannya.

Dalam keterangannya di kantor Kemendagri, Jakarta, pada Selasa 8 April, Lucky secara terbuka mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada masyarakat Indramayu serta masyarakat Indonesia secara umum. Ia mengakui bahwa dirinya tidak mengantongi surat izin perjalanan luar negeri yang diwajibkan bagi pejabat publik.

"Saya pergi tidak membawa surat izin dari Pak Menteri Kemendagri, tidak membawa izin. Tapi ini salah saya. Jadi saya minta maaf khususnya pada masyarakat Indramayu, kepada masyarakat Indonesia juga," ucapnya.

Perjalanan tersebut berlangsung selama masa libur Lebaran, tepatnya pada 2–7 April 2025. Lucky beranggapan bahwa karena masa itu merupakan hari libur nasional, kepergiannya tidak melanggar aturan. Ia menambahkan bahwa sebagian besar pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu, termasuk kepala dinas, sedang cuti saat itu.

BACA JUGA:Usai Diperiksa Irjen Kemendagri, Bupati Indramayu Lucky Hakim Menghadap Wamendagri

BACA JUGA:Soal Sanksi Lucky Hakim: Gubernur Dedi Mulyadi Serahkan Penanganan ke Kemendagri

Namun demikian, asumsi tersebut menunjukkan adanya kekeliruan dalam memahami prinsip dasar tugas kepala daerah. "Saya tidak aware bahwa izin yang dimaksud itu adalah izin keluar negeri," katanya, menegaskan bahwa kekhilafan ini murni berasal dari dirinya.

Dengan latar belakang sebagai figur publik yang sebelumnya berkarier di dunia hiburan, Lucky menyadari bahwa peran sebagai bupati menuntut komitmen yang berbeda. Ia menyampaikan permohonan maaf langsung kepada Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.

"Ketika kepala daerah tidak ada libur, itu memang betul. Tapi di kabupaten itu sendiri, staf-staf semua libur, kantor-kantor seperti Inspektorat, Sekda, semuanya libur, kecuali Puskesmas dan rumah sakit," tuturnya, menggambarkan kondisi di lapangan yang turut memengaruhi keputusannya.

Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa pejabat publik perlu memiliki kepekaan administratif dan memahami aturan etik serta legalitas yang mengatur aktivitasnya, terutama ketika menyangkut urusan ke luar negeri. Bagi seorang kepala daerah, tanggung jawab tidak berhenti meskipun kalender menunjukkan hari libur. (jawapos)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan