Diplomasi untuk Kemanfaatan Ekonomi Indonesia Ala Joko Widodo
Lawatan Perdana Presiden Jokowi Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo melambaikan tangan sebelum lepas landas dengan pesawat kepresidenan untuk melakukan kunjungan kerja perdana ke luar negeri di Bandara Halim Perdanakusuma,--
Tercapainya G20 Bali Leaders’ Declaration yang merupakan konsensus di antara semua negara G20 kala itu menunjukkan peran penting Indonesia sebagai kekuatan menengah di Asia, tanpa harus memihak siapa pun.
BACA JUGA:Jalan Tengah, Upaya Damaikan Konflik Dunia
Dalam pembukaan KTT G20, Presiden Jokowi menegaskan upaya Indonesia untuk selalu menjembatani berbagai perbedaan dan bekerja keras guna menghasilkan sesuatu yang konkret dan bermanfaat bagi dunia, khususnya dalam menangani dampak pandemi COVID serta krisis pangan, energi, dan keuangan.
Setelah Jokowi
Analis Lowy Institute, Ben Bland, menyebut Jokowi adalah sosok yang penuh kontradiksi.
Keahlian, kesederhanaan, dan pragmatismenya mungkin dikagumi para pemimpin dunia dalam komitmen mereka terhadap multilateralisme selama dekade terakhir.
Upayanya untuk menempatkan Indonesia di panggung internasional juga perlu diakui, dengan kemampuan ekonomi Indonesia yang mulai dipertimbangkan sejumlah negara maju.
BACA JUGA: AI dan Diskriminasi: Mengapa Algoritma Kecerdasan Buatan Bisa Berbahaya?
Jokowi bisa disebut “penjaga kepentingan nasional” yang baik, sambil ikut menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang di tengah tatanan politik global yang dipenuhi konflik, krisis, dan perebutan pengaruh seperti saat ini.
Sementara itu, peneliti dan associate lecturer pada School of Political Science and International Studies University of Queensland, Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, mengatakan Indonesia bisa memainkan peran yang lebih besar secara global melalui strategi kebijakan luar negeri yang lebih kreatif.
Menjelang berakhirnya masa jabatan Jokowi pada 20 Oktober 2024, penerusnya, yakni Presiden terpilih Prabowo Subianto perlu mengatasi meningkatnya ketegangan di kawasan Indo-Pasifik serta tantangan keamanan non-tradisional, seperti perubahan iklim, krisis energi, dan isu kesehatan global.
Umar menjelaskan bahwa untuk menjaga ketertiban dan persatuan di antara negara-negara anggota ASEAN di tengah meningkatnya persaingan AS-China, Indonesia perlu menegaskan kepemimpinan yang lebih kuat dalam ASEAN dan menyelesaikan masalah intra-regional, khususnya pemulihan demokrasi di Myanmar.
BACA JUGA:Resesi 2025 di Depan Mata: Strategi Bertahan di Tengah Krisis
Misalnya, Indonesia dapat memanfaatkan kredibilitas dan sumber daya regionalnya untuk membujuk kekuatan-kekuatan yang berseberangan di Myanmar untuk mengadakan perundingan damai, khususnya junta.
Forum-forum ASEAN juga dapat digunakan sebagai tempat bagi mitra dialog ASEAN, termasuk AS dan China, untuk berbicara dan meredakan ketegangan diplomatik di Myanmar.
Di luar Asia Tenggara, Indonesia perlu memperdalam keterlibatan dengan negara-negara kecil dan menengah lainnya dengan membangun landasan bersama di lembaga-lembaga internasional, khususnya PBB.