Hendrya Sylpana

Prinsip Ekonomi Kerakyatan Menuju Indonesia Emas 2045

Seorang warga melintas di depan logo Koperasi Indonesia yang dibuat dari rengginang (makanan tradisional dari beras ketan) di dinding Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/8). Pembuatan logo yang memiliki lebar 10 meter dan panjang 12 meter ter--

BACA JUGA:Kolaborasi Anak Muda Bali Menggarap Animasi Tanpa Gaji

Para pakar ekonomi dan pembangunan memberikan berbagai pandangan terkait prinsip ekonomi kerakyatan dan implementasinya di Indonesia menuju 2045, di antaranya ekonom pembangunan, sebagaimana disampaikan oleh ekonom Prof. Armida S. Alisjahbana.

Armida mengatakan bahwa ekonomi kerakyatan tidak hanya tentang pemerataan pendapatan, tetapi juga memberdayakan masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan ekonomi. Ini membutuhkan kebijakan yang inklusif dan mendukung bagi sektor-sektor ekonomi yang melibatkan masyarakat luas.

Sementara pakar ekonomi regional Dr. Didik J. Rachbini menyatakan bahwa pengembangan ekonomi kerakyatan dapat menjadi kunci untuk mengatasi disparitas regional di Indonesia.

Menurut Didik, dengan memperkuat sektor-sektor ekonomi lokal dan meningkatkan akses terhadap sumber daya, kita dapat memastikan bahwa seluruh wilayah Indonesia turut merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi.

BACA JUGA:Meningkatkan Pembiayaan dari LPBBTI ke Sektor Produktif dan UMKM

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa penerapan prinsip ekonomi kerakyatan tidak hanya relevan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi inklusif, tetapi juga untuk membangun fondasi ekonomi yang kuat dan berkelanjutan. Hal ini akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi serta menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan beragam.

Urgensi 

Meski gagasan tentang ekonomi kerakyatan telah lama diungkapkan oleh Bung Hatta, tetapi penerapan sistem ini baru dilakukan enam dekade kemudian, tepatnya pada tahun 1999. Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 disinyalir sebagai pemantik dari keputusan tersebut.

Ketika itu pemerintah bertekad kuat ingin menerapkan sistem ekonomi kerakyatan dengan mengeluarkan aturan berupa Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Ekonomi kerakyatan, sejatinya merupakan sebuah sistem yang bertujuan untuk mewujudkan rakyat yang sejahtera. Sistem ekonomi ini juga bersifat terbuka, berkelanjutan, dan mandiri.

BACA JUGA:Resiliensi Gregoria yang Berbuah Manis di Paris

Terbuka, karena melalui sistem ini harus dapat dipastikan bahwa seluruh masyarakat dapat menjalankan usaha dan memiliki akses terhadap sumber daya ekonomi yang tersedia.

Berkelanjutan, artinya, kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat dapat terus berlangsung tanpa mengorbankan masa depan dan masyarakat sendiri dalam skala yang lebih luas.

Mandiri, karena masyarakat melakukan kegiatan ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia dan fokusnya untuk mencukupi kebutuhan sesamanya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan