Merumuskan Kebijakan Pajak Berkeadilan

Seorang pekerja memeriksa gudang produk makanan olahan di Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (5/11/2024). Makanan olahan termasuk salah satu produk yang dikenai PPN. -Sullthony Hasanuddin/nym.-ANTARA FOTO

Maka dari itu, dibutuhkan kebijakan lain yang diterapkan beriringan dengan kenaikan PPN agar kinerja penerimaan negara bisa ditingkatkan.

Dari sisi perpajakan, reformasi administrasi menjadi yang utama. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sendiri telah menyoroti signifikansi langkah ini melalui artikelnya (Indrawati dkk., 2024).

BACA JUGA:Upaya Merawat Tanah Sebagai Ibu Kehidupan

Sama halnya, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyarankan pemanfaatan teknologi digital perlu dioptimalkan dalam administrasi perpajakan. OECD menyebut Kosta Rika sebagai salah satu contoh baik penerapan ini, di mana pemanfaatan surel (email) diperkirakan mendongkrak rasio pengumpulan pajak sebesar 3,4 poin persen.

Di sisi lain, Okunogbe dan Tourek (2024) menekankan intervensi berbasis penegakan hukum, penempatan petugas pajak, dan deteksi kebocoran adalah strategi yang efektif untuk meningkatkan penerimaan pajak bagi negara berpendapatan rendah.

Presiden Prabowo Subianto pernah menyinggung soal kebocoran pajak di sektor sawit, yang nilainya ditaksir mencapai Rp300 triliun. Celios pun menyebut masih terjadi kebocoran pajak di kalangan perusahaan digital. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga tengah menelisik potensi pajak dari ekonomi bawah tanah atau underground economy.

Berbagai kebocoran itu, bila berhasil diserap, bisa menambah pendapatan negara yang lebih signifikan dibandingkan dengan kenaikan tarif PPN.

Selain dari sisi penerimaan, langkah lain yang bisa diambil untuk menjaga kesehatan kas negara adalah dengan mengefisiensikan belanja, sebagaimana yang juga ditekankan oleh Sri Mulyani dalam artikelnya. Sebagai rekomendasi, baik Celios maupun OECD menyoroti ruang penghematan belanja dari efisiensi proyek badan usaha milik negara (BUMN).

BACA JUGA:Posmodernisme, Identitas bangsa, dan Arah Pembangunan

Soal kemampuan belanja masyarakat, Presiden Prabowo telah mengambil inisiatif menaikkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen untuk tahun depan. Meski kebijakan ini juga tak terlepas dari risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat ketidakmampuan pengusaha mengakomodasi kenaikan upah, setidaknya beleid ini bisa membantu meningkatkan kemampuan belanja kelompok pekerja.

Bila kenaikan upah terimplementasi dengan ideal, diharapkan bisa membantu masyarakat menjaga taraf hidup mereka, terutama bagi kelompok muda, kenaikan upah diharapkan bisa memberikan optimisme terhadap perekonomian dalam jangka menengah-panjang.

Di samping itu, penerimaan baru dari kenaikan PPN juga perlu dipastikan tersalurkan kembali ke rakyat. Tak hanya dalam bentuk subsidi, tetapi juga dalam bentuk modal keterampilan agar masyarakat bisa mandiri secara ekonomi.

Modal itu dapat diberikan berupa beasiswa pendidikan atau fasilitas pelatihan. Harapannya, rakyat bisa lebih berdaya dan mampu membawa diri mereka naik ke kelas ekonomi yang lebih tinggi.

Dengan cara itu, negara tidak hanya hadir dalam bentuk dukungan yang membuat rakyat menjadi dependen, tetapi juga hadir dengan dukungan yang menciptakan kemandirian ekonomi.

Kembali lagi pada keputusan Pemerintah dan DPR menegosiasikan aturan PPN 12 persen, hal itu cukup menunjukkan nilai demokrasi negeri ini, bahwa kritik dan rekomendasi dari rakyat yang terus menggema bisa memengaruhi pertimbangan para pemangku kebijakan. Maka, usulan perlu terus disuarakan agar dapat mendorong Pemerintah menyusun regulasi yang bisa berkeadilan bagi berbagai lapisan masyarakat. (ant)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan