Hendrya Sylpana

Strategi Pengelolaan Tambang Pasca Terbitnya WIUPK untuk Ormas

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadilia saat menyampaikan komentar terkait izin pengelolaan tambang oleh ormas, di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (10/6/2024). (ANTARA/Andi Firdaus)--

Hanya saja, riset juga menunjukkan bahwa pemberian izin tambang kepada ormas juga memiliki risiko yang perlu diwaspadai, misalnya penelitian oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) menemukan bahwa pengelolaan tambang oleh ormas sering kali tidak memperhatikan aspek lingkungan dan sosial dengan baik, sehingga dapat menimbulkan konflik dengan masyarakat setempat dan merusak lingkungan.

BACA JUGA:Menyingkap Masa Depan Dunia Kesehatan dengan Informatika dan Big Data

Setelah WIUPK

Alasan pemerintah bahwa dengan pemberian izin kelola tambang itu ormas keagamaan bisa mempunyai sumber penghasilan baru untuk membiayai program-program organisasi, juga kurang bisa diterima publik. Ormas bukanlah lembaga profit yang harus punya sumber penghasilan raksasa untuk membiayai kegiatan mereka. Apalagi kalau mesti mengeruk pendapatan dari bidang yang bukan menjadi wilayah keahlian mereka.

Belum lagi kalau kita bicara sektor pertambangan. Hampir tidak ada pertambangan di Indonesia yang tidak berdampak buruk atau merusak lingkungan setelah dieksploitasi. Dalam konteks tersebut, ormas keagamaan sesungguhnya harus dihadirkan untuk menggelorakan keberlanjutan lingkungan. Posisi mereka ialah untuk mendampingi, bahkan mengadvokasi, para korban praktik penambangan yang abai terhadap kelestarian lingkungan tersebut.

Dalam rangka menetralisir isu negatif tersebut, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh pemerintah dan ormas.

Pemerintah perlu memberikan pendidikan dan pelatihan perusahaan kepada organisasi publik mengenai praktik penambangan yang bertanggung jawab, teknik penambangan yang aman, dan pengelolaan lingkungan.

BACA JUGA:Pentingnya Literasi Keuangan untuk Mengurangi Kemiskinan

Kemudian melakukan kerja sama dengan para ahli, yang dalam hal ini melibatkan ahli geologi, insinyur pertambangan, dan ahli lingkungan dalam perencanaan dan pengoperasian tambang. Selain itu, juga perlu bekerja sama dengan lembaga penelitian dan universitas untuk memperoleh dukungan teknis dan ilmiah mengenai tata kelola pertambangan yang bertanggung jawab.

Pemerintah dan ormas juga perlu melaksanakan pengawasan dan pengaturan secara ketat dengan memastikan adanya mekanisme pengawasan yang ketat dari pemerintah dan independen untuk memantau aktivitas pertambangan.

Sanksi yang jelas dan tegas juga harus diterapkan terhadap ormas yang melanggar peraturan atau tidak memenuhi standar lingkungan dan keselamatan bagi masyarakat yang terdampak.

Penting bagi ormas untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas melalui, antara lain sistem pelaporan yang transparan mengenai pendapatan, penggunaan dana, dan dampak lingkungan dari aktivitas pertambangan untuk memastikan bahwa hasil penambangan digunakan untuk kepentingan masyarakat, seperti dikembalikan dalam bentuk penambahan anggaran pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

BACA JUGA:Satgas Khusus Jadi Ujung Tombak Pemberantasan Judi 'Online'

Hal penting lain yang perlu dilakukan adalah melibatkan masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan dan pemantauan operasional pertambangan, mulai dari perencanaan hingga pengoperasian, serta memberikan kesempatan kerja dan pelatihan bagi masyarakat lokal untuk meningkatkan keterampilan dan kesejahteraan komunitas.

Perlu juga memberikan akses kepada berbagai entitas dalam dan luar negeri yang terkait untuk ikut memonitor dan memantau dalam rangka pengawasan dan pengendalian atas berbagai implikasi yang ditimbulkan dari seluruh aspek, mulai ekonomi, lingkungan, hukum, dan sosial kemasyarakatan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan