Membuka Potensi Tersembunyi Anak Dengan Autisme Melalui Seni
Seorang pengunjung memperhatikan lukisan bertajuk “Empowering Inclusivity Powered by Hidden Talent” karya orang dengan kebutuhan khusus yang diselenggarakan di Jakarta, 23 April 2024--31 Mei 2024. ANTARA/Indriani--
JAKARTA - Puluhan lukisan warna-warni yang menampilkan berbagai jenis bunga, buah, tumbuhan, fauna, hingga wayang terpajang di ruangan Sunrise Art Gallery, Jakarta. Uniknya, lukisan-lukisan tersebut tidak hanya ditampilkan di media kanvas, tetapi juga dalam bentuk berbagai peralatan elektronik seperti blender, pengering rambut, oven, penghangat makanan, penanak nasi dan lainnya.
Karya seni yang ditampilkan dalam pameran bertajuk “Empowering Inclusivity Powered by Hidden Talent” merupakan karya orang dengan kebutuhan khusus, di antaranya Raysha Dinar Kemal Gani (20), Kezia Kuryakin Sibuea (28), Shan Rafael (22), Owen Philip Widjajakusuma (21), dan Dwi Putro Mulyono Jati (61). Pameran yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Autisme sedunia tersebut, berlangsung hingga 31 Mei 2024 tersebut. Pameran itu bertujuan untuk menggalang donasi bagi pendidikan anak dengan autisme yang berasal dari keluarga prasejahtera.
Pendiri London School Center for Autism Awareness (LSCAA) yang juga ibunda dari Raysha Dinar Kemal Gani, Prita Kemal Gani, menyatakan anak-anak dengan autisme menghadapi tantangan yang lebih berat dibandingkan anak normal lainnya. Anak-anak dengan autisme membutuhkan pertolongan ataupun bantuan dari orang lain agar bisa menolong dirinya dan juga membantu sesama.
“Mereka akan sukses jika mereka bisa membuka potensi tersembunyi yang bisa dimilikinya. Ini yang harus disiapkan, salah satunya melalui perhatian dan dorongan orang tua,” kata Prita.
Raysha sendiri didiagnosis mengalami autisme sejak berumur 2,5 tahun. Pada awalnya, Prita mengira bahwa anaknya hanya mengalami keterlambatan dalam berbicara dan perkembangan lainnya. Sempat tak menerima kondisi yang dialami anak bungsunya tersebut, Prita kemudian disadarkan oleh ucapan ibunya yang menasihatinya agar menerima jika ada sesuatu yang terjadi di dalam keluarga.
BACA JUGA:Memaknai Kartini, Memaknai Kesetaraan Gender
BACA JUGA:Hari Bumi Momentum Dorong Sirkular Ekonomi
“Ibu saya mengatakan, kalau kita diberikan kebaikan oleh Allah Swt. jangan itu saja yang kita terima, tetapi juga kalau ada hal-hal yang memprihatinkan itu juga perlu diterima dan dipelajari apa pesannya. Dan, ternyata setelah saya berpikir bahwa apa yang dikatakan oleh ibu saya itu benar, bahwa saya orang komunikasi, saya malah tidak bisa berkomunikasi dengan anak saya. Padahal di sekolah yang saya dirikan ada profesor komunikasi, doktor komunikasi, mahasiswa komunikasi, dan lainnya,” kenang pendiri London School of Public Relation (LSPR) itu.
Dari hal tersebut, Prita kemudian berinisiatif untuk mendirikan LSCAA, yang menjadi ruang temu untuk saling belajar bagi para orang tua yang memiliki anak dengan autisme, belajar dari para orang tua yang memiliki anak autisme yang sudah dewasa dan mampu membuka potensi anaknya. Sekolah nonprofit tersebut bertujuan untuk saling berbagi pengalaman berbagai hal tentang anak autisme.
Prita menjelaskan tidak mudah untuk mengetahui talenta tersembunyi yang dimiliki anak dengan autisme. Selain dilatih dan dipaparkan dengan berbagai kegiatan maka akan terlihat di mana potensi anak tersebut. Namun yang terpenting, autisme perlu mendapatkan terapi ataupun latihan karena jika dilatih akan berkurang beratnya. Anak dengan autisme ringan jika tidak dilatih akan menjadi berat, akan tetapi autisme berat jika dilatih akan berkurang autismenya.
“Anak-anak dengan autisme yang belum terbuka potensinya, akan merasa terkungkung dan cenderung menutup dirinya. Kita sebagai orang normal harus bisa mempersuasi mereka untuk melatih diri, dan itu tidak mudah untuk membuat mereka mau melatih diri, karena mereka memiliki masalah dengan sosialisasi, sensorik, hingga motorik. Perlu waktu dan kesabaran untuk membantu mereka menemukan potensi dirinya,” jelas dia.
Raysha sebelumnya menyukai berbagai kegiatan di luar ruangan, seperti berenang, namun sejak pandemi COVID-19 yang tidak memungkinkan beraktivitas di luar ruangan, Raysha diperkenalkan dengan kegiatan melukis dan ia menemukan potensinya melalui seni.
BACA JUGA:Kisah 'Kartini' dari Lampung memberdayakan anak-anak termarginalkan
BACA JUGA:Menimbang Opsi Terbaik Untuk Menjaga Kestabilan Rupiah