Pentingnya literasi atasi kriminalitas di era digital

Ilustrasi, literasi atasi kriminalitas di era digital -shutterstock-

Modus lain, phraming handphone, adalah penipuan dengan modus mengarahkan mangsanya kepada situs web palsu, lalu entri domain name system yang ditekan korban akan tersimpan dalam bentuk cache, sehingga perangkat korban dapat diakses secara ilegal. Ini mirip hack, namun pelaku menggunakan aplikasi yang menipu, seperti APK, Pdf, foto buram, dan telepon arahan pencet tombol XYZ.

Modus ketiga, sniffing adalah modus hack (retas) juga, namun oknum pelaku meretas dengan menggunakan/mengakses wifi umum yang ada di publik, apalagi digunakannya untuk bertansaksi.

Modus keempat adalah money mule. Kementerian Kominfo menjelaskan penipuan jenis ini, misalnya ada oknum yang meminta korbannya untuk menerima sejumlah uang ke rekening untuk nantinya ditransfer ke rekening orang lain, ternyata bodong, lalu korban justru diminta mengembalikan.

Modus kelima adalah social engineering. Ia menegaskan modus ini perlu diwaspadai agar tidak terjadi penipuan online. Penipu mengambil kode OTP atau password karena sudah memahami kebiasaan targetnya. Dengan kata lain, masyarakat tidak sadar seringkali membagikan data-data yang seharusnya perlu dijaga.

BACA JUGA:Tips 'self-care' bekerja pada bulan Ramadhan

BACA JUGA:Pentingnya penanganan stunting berkelanjutan di Indonesia

Saat ini justru ada modus terbaru yang tidak disebut Ditjen Aptika Kominfo itu, seiring perkembangan dunia digital. Modus terbaru itu dikenal dengan "quishing" yang merupakan gabungan hack, scam, pishing, dan QR code, lalu QR code dilarikan ke web atau aplikasi (hack dengan gabungan teknologi digital).

Modus-modus yang disebut Dirjen Aptika Kominfo itu bersifat penipuan ala hacker (peretasan), namun ada modus lain, yakni scam atau pencurian beneran, seperti dialami wartawan PIS (penipuan keuangan dan non-keuangan memanfaatkan berbagai aplikasi).

Bahkan, kalau PIS mengalami scam yang bersifat keuangan, namun ada juga scam yang bersifat non-keuangan, seperti kasus TPPO yang dialami sejumlah mahasiswa Indonesia yang magang di Jerman, tawaran pekerja migran dengan iming-iming gaji besar yang ternyata pekerjaan prostitusi, atau ada istilah "love scamming" (jebakan cinta berujung pinjaman online).

Menghadapi berbagai kenyataan itu, solusinya adalah literasi keamanan digital menjadi penting, seperti sering berganti password. Solusi lain adalah menjadikan "kesalehan digital" sebagai "gaya hidup" saat ini, seperti memahami modus-modus kriminalitas yang berkembang di dunia digital. (*)

*) Oleh Edy M Yakub

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan