Pentingnya literasi atasi kriminalitas di era digital
Ilustrasi, literasi atasi kriminalitas di era digital -shutterstock-
Saat ini, bendahara toko telah menonaktifkan nomornya, korban pun telah diblokir, sehingga akhirnya korban melapor ke SPKT Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/1810/III/2024/SPKT/Polda Metro Jaya pada 31 Maret 2024.
Dalam laporannya, korban melapor yang masih dalam lidik tersebut dengan pasal 28 ayat 1 Juncto pasal 45A ayat 1 UU nomor 1/2024 tentang perubahan kedua UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang tindak pidana kejahatan informasi dan transaksi elektronik (UU ITE).
Awalnya korban sudah merasa aneh, sayangnya dia mengakui kekeliruannya karena percaya ketika pelaku memberi banyak video bukti dari proses refund sebelumnya yang berhasil. Korban sempat menonton video itu beberapa kali untuk memastikan. Akhirnya korban percaya pada sistem itu.
Dia mengaku tak sempat menyimpan bukti video proses refund yang pernah dikirimkan bendahara toko tersebut.
BACA JUGA:Kiprah PNM Menjaga Denyut Usaha Ultra Mikro Tanah Air
BACA JUGA:Kiprah Perempuan Papua Kian Menonjol pada Era Otsus
Lindungi data
Potensi kerugian dari kriminalitas digital itu cukup besar, mengingat saat ini terdapat 202,6 juta pengguna internet di Indonesia, lalu pengguna aktif sosial media ada 170 juta jiwa (87 persen menggunakan aplikasi Whatsapp, 85 persen mengakses Instagram dan Facebook).
Tidak hanya itu, rata-rata masyarakat Indonesia menggunakan media digital selama 8 jam 52 menit sehari. Jadi, ini melebihi batas waktu masyarakat berkomunikasi di ruang non-digital, sehingga dapat memicu seseorang melakukan tindak kejahatan penipuan.
Bagi tokoh pers Dahlan Iskan, kejahatan itu terjadi di mana-mana, termasuk di dunia digital. Fitnah ada di mana-mana, termasuk di dunia digital. Kekejaman ada di mana-mana, pun di dunia digital.
Maraknya kejahatan di dunia digital yang disebut oleh mantan Menteri BUMN itu dapat menjadi panduan bagi masyarakat untuk waspada dengan mengenali modus pelaku penipuan online serta membiasakan diri melindungi data pribadi.
Modus penipuan online yang biasanya terjadi di ruang digital, seperti phising, pharming, sniffing, money mule, dan social engineering, ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan, saat berbicara dalam Webinar "Mewaspadai Jeratan Pinjaman Online Ilegal".
BACA JUGA:Terobosan terkini terapi tuberkulosis
BACA JUGA:Menimbang potensi dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai
Phising dilakukan oleh oknum yang mengaku dari lembaga resmi dengan menggunakan telepon, email atau pesan teks, namun sebetulnya mereka ingin menggali supaya kita memberikan data-data pribadi kita.