Hendrya Sylpana

Menimbang potensi dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai

Menimbang potensi dampak kenaikan PPN--

JAKARTA - "Karena masyarakat telah menjatuhkan pilihannya pada aspek keberlanjutan, maka pemerintah pun berkomitmen akan melanjutkan program-programnya".

Demikianlah prolog Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto, saat mengumumkan bahwa pemerintah akan memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025.

Kebijakan itu berarti bahwa PPN naik 1 persen, dari semula 11 persen. Lalu apakah potensi dampak yang muncul dari kebijakan yang disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto tersebut, dan bagaimana pengaruh lebih luasnya jika PPN menjadi 12 persen?

Dari sisi substansi memang tidak ada yang keliru dengan prolog atau narasi yang disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Namun pernyataan tersebut membawa potensi dampak yang luas yang mesti dipahami bersama.

BACA JUGA:Tips 'self-care' bekerja pada bulan Ramadhan

BACA JUGA:Pentingnya penanganan stunting berkelanjutan di Indonesia

Sementara di sisi lain, KPU baru mengumumkan pemenang Pemilu 2024 untuk kemudian pemerintah baru dapat menetapkan kebijakan terkait hal tersebut.

Selebihnya dari sisi kebijakan publik, masyarakat yang telah mendukung keberlanjutan sejatinya menginginkan insentif yang lebih kondusif.

Maka kenaikan PPN menjadi 12 persen menjadi tantangan tersendiri bagi keseluruhan konsumen sebagai warga negara.

Selain itu, secara lebih mendalam kenaikan PPN menjadi 12 persen secara empirik patut kita cermati bersama.

Sebab mandat UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan juga perlu menjadi pertimbangan tersendiri, selain bahwa pemerintah perlu memiliki parameter yang lebih jelas dan terukur saat akan memberlakukan ketentuan tersebut.

Khususnya dari sisi ekonomi makro dan daya beli masyarakat (purchasing power). Data inilah yang harus menjadi dasar yang kuat bagi Menko Perekonomian dalam menetapkan dan memberlakukan PPN 12 persen pada 2025.

Pemerintah tidak akan hanya menggunakan kaca mata kuda (aspek normatif) saat memberlakukan PPN 12 persen.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan