Menimbang Manfaat dan Risiko Study Tour: Perlukah Dilarang?

Sejumlah siswa SD Al-Azhar Kelapa Gading, Jakarta tampil di layar monitor saat wisata virtual study tour di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat--(ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/hp)

Hariyadi berpendapat bahwa jika keselamatan menjadi fokus utama, solusi yang tepat adalah meningkatkan standar transportasi, bukan melarang study tour secara keseluruhan.

Ia pun mengimbau kepala daerah yang telah menerapkan larangan untuk meninjau kembali keputusan tersebut, karena dinilai tidak menyelesaikan akar masalah. Menurutnya, kebijakan terkait study tour sebaiknya disesuaikan dengan program pendidikan dan kemampuan siswa, tanpa perlu adanya pelarangan total atau mutlak.

Sejalan dengan itu, Sekretaris Jenderal DPP Organda, Ateng Aryono, menekankan bahwa keselamatan transportasi harus menjadi perhatian utama dalam kebijakan study tour. Ia menyoroti adanya praktik beberapa operator angkutan yang mengabaikan standar keselamatan demi menekan biaya operasional.

Ateng pun menegaskan bahwa lembaga pemberi izin harus lebih ketat dalam mengawasi dan melakukan inspeksi terhadap operator angkutan pariwisata. Menurutnya, keselamatan harus menjadi bagian dari budaya operasional, bukan sekadar formalitas belaka.

Pengamat pendidikan Ina Liem juga memberikan pandangan positif terkait study tour. Menurutnya, kegiatan ini merupakan metode belajar yang efektif bagi siswa dan seharusnya tidak dilarang di sekolah.

Ia menjelaskan bahwa setiap siswa memiliki karakter berbeda dalam menyerap pembelajaran. Beberapa di antaranya memiliki kepribadian "openness to experience," yang memungkinkan mereka memahami ilmu lebih baik melalui pengalaman langsung dengan melibatkan seluruh pancaindra.

BACA JUGA:Merangkai Sistem Pendukung Pariwisata di Sekitar IKN

Ina mengajak pemerintah daerah untuk mempertimbangkan berbagai aspek dalam menyikapi polemik study tour sekolah. Menurutnya, diperlukan regulasi dan pengawasan yang tepat agar kebijakan yang diterapkan tidak menghambat proses belajar siswa.

Ia juga menilai bahwa masalah seperti kondisi bus yang kurang layak dan biaya yang tinggi sebaiknya tidak dijadikan alasan utama untuk melarang study tour. Sebaliknya, solusi yang lebih tepat adalah memastikan standar keselamatan dan transparansi biaya agar kegiatan ini tetap bisa memberikan manfaat edukatif bagi siswa.

Menurutnya, masalah utama dalam penyelenggaraan study tour adalah adanya oknum yang menjadikannya sebagai "proyek" demi keuntungan pribadi. Hal ini mengaburkan tujuan utama study tour sebagai sarana edukatif, sehingga lebih terkesan sebagai kegiatan wisata dengan biaya operasional yang tinggi.

Mencari Solusi

Di tengah perbedaan pandangan antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan berbagai pihak lainnya, dibutuhkan solusi yang bisa mengakomodasi kepentingan semua pihak. Sekolah harus memastikan bahwa destinasi yang dipilih benar-benar memiliki nilai edukatif sesuai dengan kurikulum, sehingga study tour tidak sekadar menjadi ajang rekreasi belaka.

Selain itu, masalah biaya juga perlu mendapat perhatian. Sekolah bisa mempertimbangkan alternatif destinasi yang lebih dekat tetapi tetap memberikan pengalaman belajar yang bermakna. Dukungan dari pemerintah daerah maupun sektor swasta juga dapat menjadi solusi, misalnya melalui subsidi bagi siswa dari keluarga kurang mampu, sehingga semua siswa tetap bisa merasakan manfaat study tour tanpa terbebani biaya yang tinggi.

Aspek keselamatan juga harus menjadi prioritas utama. Sekolah perlu selektif dalam memilih transportasi, hanya menggunakan jasa yang telah terverifikasi keamanannya. Selain itu, pendampingan yang memadai serta penerapan prosedur keselamatan yang ketat selama perjalanan wajib dilakukan untuk memastikan keamanan siswa.

BACA JUGA:Pesona Cap Go Meh Singkawang 2025: Perayaan Spektakuler yang Dongkrak Pariwisata Kalbar

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan