Larangan Pengecer Jual Gas Melon Timbulkan Kepanikan Konsumen, DPR Desak Regulasi Matang
Pekerja menata tabung gas 3 Kg subsidi di salah satu agen toko sembako, Manggarai, Jakarta, Senin (11/7/2022). PT Pertamina Patra Niaga kembali menaikkan harga LPG non subsidi mulai 10 Juli 2022. Harga LPG yang naik adalah ukuran 5,5 kg dan 12 kg. Adapun -Dery Ridwansah-JawaPos.com
BELITONGEKSPRES.COM - Pelarangan pengecer menjual LPG 3 kilogram oleh pemerintah memicu reaksi beragam di masyarakat. Kebijakan ini, yang bertujuan untuk menata ulang distribusi agar lebih tepat sasaran, justru menimbulkan kepanikan di kalangan konsumen.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKB, Imas Aan Ubudiah, menyoroti bahwa implementasi aturan ini terkesan kurang matang dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
Menurut Imas, dalam beberapa hari terakhir, banyak masyarakat yang mengeluhkan kesulitan memperoleh LPG 3 kg karena adanya aturan baru yang mewajibkan pembelian melalui pangkalan resmi. Sebelumnya, masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan gas ini di toko-toko kelontong, tetapi kini mereka harus mengakses laman resmi atau menghubungi call center Pertamina untuk mengetahui lokasi pangkalan terdekat.
Kebijakan ini juga berdampak pada pengecer yang selama ini menjadi perantara distribusi gas melon. Jika mereka ingin tetap menjual LPG 3 kg, mereka harus mendaftar sebagai pangkalan atau sub-penyalur resmi dari Pertamina.
BACA JUGA:Pelanggaran Pemanfaatan Ruang Laut, PT TRPN Terancam Sanksi dari KKP
BACA JUGA:Mendikdasmen Siapkan Bantuan Kualifikasi untuk Tingkatkan Kompetensi Guru
Hal ini tentu menambah beban administratif dan operasional bagi para pedagang kecil yang telah lama bergantung pada bisnis ini.
Pemerintah memang memiliki alasan kuat dalam menata ulang distribusi LPG bersubsidi agar tepat sasaran. Harga eceran yang ditetapkan pemerintah adalah Rp 12.000, namun kenyataannya, LPG 3 kg sering dijual dengan harga Rp 20.000 hingga Rp 25.000 di pasaran. Kondisi ini menunjukkan adanya kebocoran distribusi yang menyebabkan subsidi tidak sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat kurang mampu.
Namun, permasalahan utama dari kebijakan ini adalah proses implementasi yang dinilai terburu-buru. Banyak masyarakat yang belum mengetahui aturan baru ini, sementara pendaftaran pangkalan resmi bagi pedagang juga baru saja dibuka. Akibatnya, terdapat ketimpangan antara penerapan aturan dan kesiapan infrastruktur distribusi di lapangan.
Imas menegaskan bahwa kebijakan ini tidak boleh sampai merugikan masyarakat. Sebelumnya, pengecer berperan besar dalam memastikan ketersediaan LPG 3 kg di berbagai daerah, bahkan hingga 24 jam. Jika pangkalan resmi tidak dapat memberikan fleksibilitas yang sama, dikhawatirkan akan terjadi kelangkaan yang semakin menyulitkan masyarakat.
BACA JUGA:Torehkan Prestasi, Indonesia Raih Juara Pertama MTQ Internasional ke-4
BACA JUGA:Wamendes Sebut Presiden Prabowo Ingin Semua Kebutuhan Pokok MBG Dipasok dari Desa
Pemerintah perlu mempertimbangkan solusi yang lebih fleksibel agar kebijakan ini dapat berjalan tanpa mengganggu akses masyarakat terhadap LPG bersubsidi.
Sosialisasi yang lebih luas, peningkatan jumlah pangkalan resmi, serta pengawasan distribusi yang lebih ketat bisa menjadi langkah-langkah yang perlu diambil sebelum aturan ini sepenuhnya diterapkan.