Kenaikan PPN dan Masa Depan Kelompok Menengah
Pekerja beraktivitas di pabrik baja di Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (12/1/2023). Pekerja industri manufaktur merupakan salah satu segmen kelas menengah yang menjadi penggerak penting perekonomian Indonesia. -Fauzan/aww.-ANTARA FOTO
BACA JUGA:Mengurai Pelanggaran Hak Pekerja: Ketika Upah Tidak Lagi Menjadi Hak Mutlak
Selain itu, mendorong investasi di sektor-sektor bernilai tambah tinggi, seperti manufaktur canggih, teknologi informasi, dan industri kreatif, menjadi langkah strategis. Sektor-sektor ini tidak hanya menawarkan upah lebih tinggi, tetapi juga membuka peluang mobilitas vertikal dengan menyediakan posisi manajerial atau spesialis.
Namun, upaya ini tidak cukup hanya berhenti pada peningkatan produktivitas. Pemerintah perlu mendorong pembukaan lapangan kerja berkualitas yang mampu menyerap tenaga kerja secara optimal. Dengan pertumbuhan populasi usia produktif yang terus meningkat, ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja bisa menjadi bom waktu sosial yang serius.
Kebijakan pajak dan subsidi perlu dirancang lebih inklusif agar mendukung stabilitas dan daya beli kelompok menengah. Kenaikan tarif PPN, misalnya, seharusnya diimbangi dengan pemberian insentif bagi kelompok menengah. Insentif ini dapat berupa pengurangan beban pajak bagi yang berinvestasi dalam pendidikan anak, pengembangan keterampilan, atau pengelolaan usaha kecil.
Selain itu, subsidi pendidikan dan kesehatan yang lebih luas harus menjadi prioritas. Dengan menekan biaya pendidikan dan pelayanan kesehatan, Pemerintah dapat memberikan ruang bagi kelompok menengah untuk meningkatkan tabungan dan investasi, yang pada akhirnya diharapkan mampu mendorong konsumsi dan mobilitas ekonomi.
BACA JUGA: Solusi Mengatasi 'Pandemi' Judi Online
Pengembangan program kredit mikro dengan bunga rendah juga menjadi opsi strategis. Program ini bisa membantu kelompok menuju kelas menengah untuk mengembangkan usaha kecil atau meningkatkan kapasitas ekonominya. Dengan langkah ini, mereka tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga memiliki peluang lebih besar untuk naik kelas.
Konsumsi rumah tangga, terutama dari kelompok menuju kelas menengah dan kelas menengah, merupakan motor utama perekonomian Indonesia. Penurunan daya beli kelompok ini akibat kenaikan PPN dan harga energi dapat memicu efek domino yang menghambat pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap kebijakan, termasuk kenaikan PPN dan pengalihan subsidi, dirancang dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang pada daya beli dan konsumsi rumah tangga. Konsumsi kelompok menengah tidak hanya menjadi penopang ekonomi, tetapi juga menjadi indikator stabilitas sosial. Penurunan daya beli mereka akan memicu efek domino yang berisiko melambatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Oleh karena itu, kebijakan yang mendukung keberlanjutan konsumsi kelompok ini perlu menjadi prioritas. Pemerintah harus menempatkan mereka dalam desain kebijakan sosial dan ekonomi, setara dengan kelompok miskin dan rentan. Sebab, menjaga kelompok menengah bukan hanya soal mempertahankan angka statistik, tetapi juga menjaga keseimbangan sosial dan ekonomi nasional.
BACA JUGA:Makan Bergizi Gratis Harapan Baru bagi Anak Indonesia
Penurunan kelompok menengah di Indonesia adalah peringatan dini atas risiko stagnasi ekonomi yang dapat meluas. Sebagai pendorong utama konsumsi dan pertumbuhan, mereka membutuhkan perlindungan yang memadai untuk bertahan dan berkembang. Dengan kebijakan yang tepat, inklusif, dan berkelanjutan, kita masih memiliki peluang untuk membalikkan tren penurunan kelompok menengah.
Kelompok menengah adalah harapan bagi Indonesia untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Menjadikan kelompok ini prioritas dalam kebijakan pembangunan akan memastikan bahwa mereka tetap menjadi penggerak utama ekonomi yang kokoh sekaligus wujud keberhasilan pembangunan nasional yang adil dan berkelanjutan. (ant)
Oleh: Nuri Taufiq, Lili Retnosari, Statistisi di Badan Pusat Statistik (BPS)