Mengurai Pelanggaran Hak Pekerja: Ketika Upah Tidak Lagi Menjadi Hak Mutlak

Ilustrasi tuntutan para buruh--(bantuanhukum.or.id)

PELANGGARAN terhadap hak pekerja, terutama yang berkaitan dengan upah yang tertunda atau tidak dibayar, terus menjadi masalah serius di Indonesia.

Meskipun sudah ada Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengatur kewajiban perusahaan untuk membayar upah tepat waktu, kenyataannya banyak perusahaan yang melanggar ketentuan ini tanpa ada sanksi yang memadai.

Hal ini menambah kesulitan ekonomi pekerja yang bergantung pada gaji mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sebagai negara yang menjunjung tinggi keadilan sosial, sudah saatnya kita memastikan bahwa hak pekerja dihormati dan dilindungi dengan lebih serius.

Pasal 93 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 secara jelas mengatur bahwa pembayaran upah harus dilakukan sesuai jadwal yang telah disepakati, dan perusahaan wajib memberikan kompensasi atas keterlambatan.

Namun, penerapan hukum yang lemah membuat banyak pengusaha merasa aman untuk tidak menepati kewajiban mereka. Tidak adanya pengawasan yang cukup seringkali membuat para pekerja terpaksa menerima ketidakpastian, yang akhirnya mempengaruhi kesejahteraan mereka.

BACA JUGA: Solusi Mengatasi 'Pandemi' Judi Online

Pemerintah dan lembaga terkait perlu mengambil tindakan yang lebih tegas agar pelanggaran ini tidak dibiarkan terus-menerus terjadi.

Keterlambatan pembayaran upah dapat mengganggu kestabilan finansial pekerja dan mempengaruhi kualitas hidup mereka. Beberapa pekerja bahkan memilih untuk melakukan mogok kerja atau aksi protes lain untuk menuntut hak mereka yang belum dipenuhi.

Penulis percaya bahwa upaya untuk menegakkan hak pekerja harus lebih maksimal, terutama di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit. Pemerintah harus memberi perhatian lebih pada masalah ini, agar pekerja tidak terjebak dalam situasi yang semakin memburuk karena pelanggaran oleh perusahaan.

Contoh nyata dari pelanggaran hak pekerja adalah kasus yang melibatkan PT Bangun Cipta Kontraktor (BCK) di Jakarta Utara pada tahun 2020. Dalam proyek rehabilitasi gedung sekolah di Jakarta, ratusan pekerja tidak menerima upah mereka selama lima bulan, dengan total utang mencapai Rp 1,5 miliar.

Meskipun ada kesepakatan untuk melunasi utang tersebut, perusahaan hanya mampu membayar sebagian kecil dari jumlah yang dijanjikan, sementara sisanya tertunda tanpa kejelasan. Akhirnya, para pekerja melakukan penyegelan gedung sebagai bentuk protes atas ketidakpastian tersebut.

Kasus yang melibatkan PT BCK ini menunjukkan betapa pentingnya penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelanggaran hak pekerja. Pemerintah dan lembaga terkait harus memastikan bahwa perusahaan yang melanggar kewajiban membayar upah tepat waktu diberi sanksi yang sesuai.

BACA JUGA:Makan Bergizi Gratis Harapan Baru bagi Anak Indonesia

Jika tidak ada tindakan tegas, masalah keterlambatan pembayaran upah ini akan terus berlanjut, menciptakan ketidakadilan dan merusak hubungan antara pekerja dan pengusaha.

Tag
Share