Hendrya Sylpana

Membuktikan Komitmen Besar Pemerintah Atasi Judi 'Online'

Anggota Ditreskrimum Polda Metro Jaya menggiring seorang tersangka (tengah) saat penggeledahan ruang kerja yang diduga menjadi kantor pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang terlibat judi online di ruko Galaxy, Jaka Setia, Bekasi, Jawa B-Fakhri Hermansyah/agr-ANTARA FOTO

Rakyat Indonesia dikejutkan dengan penangkapan belasan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (dulu Kementerian Komunikasi dan Informasi) yang diduga melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam pemblokiran situs judi online.

Berbagai media melaporkan bahwa oknum pegawai Kementerian Komdigi tersebut membiarkan dan membina kurang lebih 1.000-an situs dari 5.000 situs judi online yang seharusnya diblokir berdasarkan undang-undang. Para pelaku bahkan meraup keuntungan hingga Rp8,5 miliar berdasarkan pernyataan Polda Metro Jaya.

Apresiasi tentu dialamatkan pada Polda Metro Jaya maupun Satuan Tugas Judi Online yang berhasil mengungkap jaringan internal (orang dalam) dan menetapkan 16 tersangka hingga saat ini. Modus para tersangka ini adalah mendirikan “kantor satelit” di Bekasi dan melakukan penelusuran terhadap website yang seharusnya diblokir. Kemudian dilakukan filterisasi dan pemerasan atau pungutan terhadap para pemilik website-website tertentu tersebut.

Rakyat Indonesia tentu mengingat beberapa pemberitaan terkait tindak pidana judi yang menghebohkan atau menarik perhatian besar. Presiden saat itu juga kemudian membentuk Satgas Judi Online untuk melakukan penelusuran.

BACA JUGA:Program Tiga Juta Rumah untuk Membangun Manusia Indonesia Berkualitas

Perhatian masyarakat telah dimulai sejak hebohnya pemberitaan terkait rumor keterlibatan Ferdi Sambo (yang kala itu menjabat sebagai Kadivpropam Mabes Polri) dalam kartel judi atau disebut “Konsorsium 303” yang ditengarai melibatkan sejumlah pejabat tinggi Polri dan pejabat negara lainnya berdasarkan berita yang viral di media sosial.

Selanjutnya, pernyataan Kepala BP2MI Benny Rhamdani tentang pengendali judi online di Indonesia yang disampaikan kepada Presiden dan media massa. Ia menyebut bahwa terdapat sosok pengusaha besar di Indonesia berinisial T yang mengendalikan judi online di Indonesia. Hal ini disampaikan di kala pemberitaan besar tentang korban-korban judi online yang juga adalah anggota TNI-Polri, dari bunuh diri hingga dibakar oleh istrinya sendiri.

Belakangan hingga saat ini, pernyataan Kepala BP2MI belum terbukti melalui proses hukum atau mekanisme lainnya. Pernyataan ini sempat membuat Komisi I DPR bertanya kepada Menkominfo saat itu bahwa seharusnya Kominfo dan aparat penegak hukum mengungkap jaringan besar judi online di Indonesia, tak terkecuali adanya keterlibatan internal masing-masing institusi.

Namun tidak disangka bahwa dugaan tersebut benar adanya. Keterlibatan oknum pegawai yang menyalahgunakan kewenangannya bisa diungkap. Hal ini memperlihatkan bahwa permasalahan tentang tindak pidana perjudian dan judi online ini masih menjadi permasalahan besar. Pengungkapan terhadap jaringan ini memperlihatkan kelemahan atau celah yang sangat besar dalam dunia penegakan hukum maupun profesionalisme kerja.

BACA JUGA:High Context & Low Context, Mana Gaya Komunikasimu? (Catatan Perjalanan Program AFS 2024)

Evaluasi implementasi revolusi mental

Keterlibatan oknum pegawai Komdigi maupun dugaan keterlibatan sejumlah pejabat tinggi sesungguhnya ironis dengan cita-cita revolusi mental maupun reformasi kultur yang didengungkan oleh Presiden atau Pemerintah. Hal ini bukan sekali terjadi di negeri kita, bahkan sering kali terjadi, di mana ada suatu permasalahan atau pelanggaran hukum yang dilakukan dengan melibatkan “orang dalam” atau internal.

Bukti bahwa profesionalisme kerja, etik, moral, serta akuntabilitas dan transparansi masih merupakan wacana yang tidak secara penuh atau konsisten dijalankan. Para pegawai ini masih tergiur dengan pemasukan ilegal atau godaan dari mafia atau kartel dan dengan mudahnya melakukan penyalahgunaan kewenangan.

Apa yang terjadi tersebut mengingatkan saya pada beberapa kasus terkait keterlibatan oknum internal dan mafia yang merajalela di Indonesia. Misalnya, terungkapnya kasus suap terhadap hakim untuk pengurusan di Mahkamah Agung, keterlibatan oknum aparat dalam kartel narkoba, keterlibatan aparat dalam jaringan TPPO, hingga kasus suap dan pungutan liar di sejumlah perizinan seperti pada kajian KPK.

BACA JUGA:Mengoptimalkan Peran Bulog dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan