Ratusan PIP Ilegal Garap Laut Rajik, Kades Sebut Tak Ada Izin PT Timah

Ratusan PIP yang menggarap timah di laut Desa Rajik, Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka Selatan (Basel)--

BELITONGEKSPRES.COM, TOBOALI - Aktivitas tambang timah di laut makin marak. Ratusan Ponton Isap Produksi (PIP) menggarap timah di laut Desa Rajik, Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka Selatan (Basel). 

Dari tepi pantai, terlihat kepulan asap tinggi menandakan bahwa PIP sedang beroperasi menghisap timah di Laut Rajik. Bahkan, terlihat dua PIP baru yang sedang dirakit dan diperkirakan akan beroperasi setelah selesai.

Kepala Desa Rajik, Ruslan, menyatakan bahwa aktivitas PIP tersebut ilegal karena tidak memiliki izin Surat Perintah Kerja (SPK) dari PT Timah Tbk. "PT Timah Tbk tidak mengeluarkan SPK untuk kegiatan PIP di laut Rajik," ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis 11 Januari 2024.

Menurut Ruslan, selama ini, aktivitas penambangan timah di laut telah dilakukan tanpa izin, karena kebanyakan dilakukan oleh penduduk setempat. Seperti baru-baru ini ada perusahaan yang berminat mengelola hasil bijih timah laut di Desa Rajik. 

Proses verifikasi ponton telah dilakukan. Kemungkinan dalam beberapa minggu ke depan, aktivitas tersebut akan dimulai secara resmi. Namun, hingga saat ini, belum ada informasi atau kepastian mengenai kapan kegiatan tersebut akan dimulai secara resmi.

BACA JUGA:Ditunggu! Usulan Pemda untuk Rekrutmen CASN 2024

BACA JUGA:Beraksi Dalam Mobil, Oknum Guru SMP DA Setubuhi Mantan Murid

Perusahaan tersebut telah mendapatkan verifikasi dari PT Timah dengan kuota sekitar 30 PIP. Namun, Ruslan belum menerima informasi apakah perusahaan tersebut telah melakukan sosialisasi kepada warga atau belum. 

"Meskipun ada perusahaan yang berminat untuk mengelola, namun sampai sekarang belum ada konfirmasi terkait pelaksanaan sosialisasi. Informasinya adalah bahwa kuota PIP-nya sekitar 30," ungkap Ruslan.

Selanjutnya, dalam memberikan kontribusi, para penambang ini langsung menyumbangkan hasil tambang kepada warga yang sakit atau untuk keperluan Desa. Mereka melakukannya tanpa koordinator di lapangan, dan mereka tidak mengetahui secara pasti berapa penghasilan yang diperoleh.

"Di awal kegiatan, desa sempat menerima kompensasi dari penambang, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan, kami tidak berani lagi menerima kompensasi tersebut. Padahal, kompensasi tersebut seharusnya digunakan untuk kegiatan sosial di Desa," ujar salah seorang penambang.

Hasil timah yang dijual juga dibeli oleh para kolektor timah, baik yang berasal dari Desa Rajik maupun dari luar Desa. Hal ini dikarenakan pemilik ponton umumnya berhutang untuk membuat ponton tersebut, sehingga wajar jika mereka menjual hasil tambangnya kepada kolektor yang telah memberikan pinjaman.

"Mungkin bagi penambang, menjual bijih timah kepada kolektor di dalam atau di luar Desa adalah langkah yang wajar. Mereka harus membayar hutang kepada pembeli bijih timah yang telah membantu dalam pembuatan ponton PIP, jadi tidak ada pilihan lain," tambahnya.

Ruslan menyatakan bahwa sebelumnya terjadi ketersinggungan antara Aliansi Penambang Handal (APH) dan aktivitas penambangan di Permis laut. Namun, hal itu sudah diklarifikasi, karena APH yang sebelumnya menjadi sorotan di salah satu media online, tidak pernah menerima kompensasi dari para penambang di wilayah laut Rajik.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan