Hendrya Sylpana

Kemiskinan Itu Antara Pemikiran, Warisan, dan Takdir

Royhan Faradis-Dok Pribadi---

BACA JUGA:Tangisan si Kecil Tak Selalu Berarti ASI Ibu Berkurang

Warisan kemiskinan itu nyata sebagai warisan dan mindset. Karakteristik menarik dari kemiskinan di Indonesia adalah garis kemiskinan yang justru lebih tinggi di perkotaan dibandingkan di pedesaan. Dengan kata lain dengan jumlah uang yang sama, masyarakat di kota memiliki potensi berstatus miskin lebih tinggi daripada di desa. 

Namun demikian belum tentu hal ini menggambarkan kebahagiaan, buktinya kasus urbanisasi/bedol desa acap kali terjadi selepas hari besar seperti lebaran dan tahun baru. Data mencatatkan bahwa garis kemiskinan perkotaan lebih tinggi dibandingkan garis kemiskinan pedesaan mulai dari tahun 2013 hingga Semester II 2022. Perbedaan tersebut turut memengaruhi garis kemiskinan antar wilayah berdasarkan pengelompokkan wilayah di Indonesia secara geografis.

Rata-rata garis kemiskinan tertinggi baik perkotaan dan pedesaan terdapat di wilayah Maluku Papua. Pada semster II 2022 rata-rata garis kemiskinan perkotaan dan pedesaan di wilayah tersebut mencapai Rp. 680.405 dan Rp. 631.226. 

Kondisi ini berkaitan erat dengan keterbatasan akses untuk mendapatkan kebutuhan pokok dari wilayah asal barang. Mereka yang di sana tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri alias harus bergantung kepada orang lain yang membuat harga barang menjadi tidak wajar akibat margin perdagangan. 

Di lain sisi rara-rata garis kemiskinan terendah berada di Pulau Sulawesi yang dapat diartikan bahwa sebagian besar kebutuhan pokok di wilayah Sulawesi sudah mampu dipenuhi oleh wilayahnya sendiri atau wilayah sekitarnya tanpa membutuhkan proses pendistribusian yang memakan biaya. Di sana garis kemiskinan perkotaan dan pedesaan masing-masing hanya Rp. 464.542 dan Rp.447.450.

Melihat situasi yang digambarkan sebelumnya tak khayal jika kemiskinan identik dengan takdir. Hal ini sejak lahir kita tidak dapat memilih ingin dilahirkan dimana saat kita kecil. Oleh karena itu penuli mekomendasi kepada pemerintah hingga stake holder terkait dalam pengentasan kemiskinan perlu mempertimbangkan antara lain pertama, tidak lagi dapat dilakukan oleh pemerintah pusat sendiri, perlu koordinasi hingga level akar rumput sehingga barangk kebutuhan pokok mudah diakses walau jarak yang lumayan jauh. 

Kedua perencanaan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh, guna memenuhi  hak-hak dasar warga negara secara layak terhadap sumber daya alam di wilayahnya sendiri untuk pemenuhan kebutuhan pokoknya sendiri sehingga mampu mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera. 

Dengan kedua rekomendasi ini masyarakat diharapkan mampu berdikari tidak selalu disuap dengan “ikan”, melainkan dengan “pancing”, guna pengentasan kemiskinan yang berkelanjutan.(*)

*) Royhan Faradis, Fungsional Statistisi Muda BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan