Kemiskinan Itu Antara Pemikiran, Warisan, dan Takdir
Royhan Faradis-Dok Pribadi---
Kemiskinan, satu kata yang mudah dilihat di sekitar kita, masalahnya nyata, namun penyelesaiannya yang tidak pernah mudah. Baik negara maju maupun terbelakang selalu berhadpan dengan masalah sosial satu ini yakni kemiskinanan.
Sampai saat ini, pemerintah masih belum menuntaskan masalah kemiskinan di Indonesia melalui program-program yang dicanangkan. Jumlah penduduk miskin masih cukup tinggi meskipun berbagai upaya penanganan kemiskinan telah dilakukan pemerintah. Hal inilah yang menjadikan kemiskinan masih menjadi masalah serius bagi Indonesia. Kompleks dan penuh tantangan.
Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2022 mencapai 26,36 juta orang. Dibandingkan Maret 2022, jumlah penduduk miskin meningkat 0,20 juta orang. Sementara jika dibandingkan dengan September 2021, jumlah penduduk miskin menurun sebanyak 0,14juta orang.
Persentase penduduk miskin pada September 2022 tercatat sebesar 9,57 persen, meningkat 0,03 persen poin terhadap Maret 2022 dan menurun 0,14 persen poin terhadap September 2021.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret 2022–September 2022, jumlah penduduk miskin perkotaan naik sebesar 0,16 juta orang, sedangkan di pedesaan naik sebesar 0,04 juta orang. Persentase kemiskinan di perkotaan naik dari 7,50 persen menjadi 7,53 persen. Sementara itu, di pedesaan naik dari 12,29 persen menjadi 12,36 persen.
BACA JUGA:PAGUYUBAN: SARANA KOMUNIKASI ORANG TUA DAN SEKOLAH
BACA JUGA:Tips Cara Belajar Asyik dan Efektif
Amanat Undang-Undang Dasar 1945 diemban negara dan pemerintah Indonesia yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, kesejahteraan ditandai dengan terpenuhi kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara, sehingga dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, serta dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Kemiskinan seyogyanya tidak didefinisikan sebagai ukuran statistik atau indikator tunggal, melainkan indikator komposit dengan unit analisis rumah tangga atau keluarga dengan jaringan sosial yang ada di sekitarnya (Murdiyana & Mulyana, 2017).
Rendahnya pendapatan penduduk miskin menyebabkan rendahnya produktivitas dan meningkatkan beban ketergantungan bagi masyarakat. Dalam laporan yang dikeluarkan dari World Bank diketahui ada lima faktor yang dianggap dapat memengaruhi terjadinya kemiskinan, pendidikan, jenis pekerjaan, gender, akses terhadap pelayanan kesehatan dasar dan infrastruktur dan lokasi geografis.
Pengentasan kemiskinan jangka panjang membutuhkan roadmap yang jelas dengan tenggat waktu yagn terperinci. Hal ini tidak luput dengan mempertimbangkan variabel-variabel makro seperti keunggulan sumbar daya alam, manusia, ekonomi hingga ketersediaan infrastruktur di dalamnya.
Pemerataan pembangunan, baik yang berhubungan dengan pembangunan desa dan kota, ataupun pembangunan antar provinsi di Indonesia wajib hukumnya untuk dijadikan dasar dalam program besar pengentasan kemiskinan. Selain itu dalam melihat kemiskinan ada dimensi lain, yaitu dimensi bukan pendapatan, seperti rendahnya pencapain di bidang pendidikan dan penyediaan akses pada pelayanan dasar di berbagai daerah terutama di wilayah timur Indonesia. Hal ini semakin mempertegas adanya kesenjangan berdasarkan lokasi geografis. Faktor-faktor tersebut saling sambung-menyambung dan memiliki keterkaitan satu sama lainnya yang pada akhirnya membentuk lingkaran kemiskinan.
Rumah tangga dikategorikan miskin pada umumnya berpendidikan rendah dan terpusat di daerah pedesaan, karena berpendidikan rendah, maka produktivitasnyapun rendah sehingga imbalan yang akan diperoleh tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan,dan pendidikan. Akibatnya, rumah tangga miskin akan menghasilkan keluarga-keluarga miskin pula pada generasi berikutnya.
BACA JUGA:Disabilitas Mental Dalam Bingkai Pemilu