Dampak Kasus Program Jahe Merah, Hutang Rp 10 Juta Kembali Jadi Sorotan

Ilustrasi Jahe Merah--

KOBA - BELITONGEKSPRES.COM, Program jahe merah yang melibatkan 400 warga Kabupaten Bangka Tengah, dan menyebabkan mereka terdaftar sebagai debitur bermasalah di BI Checking, masih menimbulkan kekhawatiran. 

Meskipun awalnya menjanjikan dengan asuransi untuk warga Bangka Tengah dalam kasus gagal panen, program ini kini menjadi sumber masalah karena gagal memberikan hasil yang diharapkan.

Program ini juga menimbulkan pertanyaan serius tentang tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah, yang mengklaim tidak terlibat dalam anggaran, teknis, maupun MoU terkait program jahe merah ini.

Pada bulan Januari 2024, kabar beredar bahwa PT Berkah Rempah Makmur (BRM) akan bertanggung jawab atas tunggakan yang tersisa. Namun, bagi salah satu peserta program, berinisial S, pengalaman ini sangat berbeda dari yang dijanjikan. 

Awalnya, S dan rekan-rekannya hanya ditawari bantuan bibit jahe merah dari PT BRM, tanpa menyadari bahwa hal itu akan berujung pada pinjaman yang harus mereka lunasi.

BACA JUGA:Tersangka Kasus Korupsi Timah, Hendry Lie Absen Dari Penyitaan?

BACA JUGA:Dampak Musim Kemarau, 6 Tips Menghadapi Suhu Panas Ekstrem Dari BPBD Babel

"Saya adalah salah satu penerima bantuan bibit jahe merah dari PT BRM, awalnya kami ditawarkan bantuan bibit jahe merah, yang mana pada awal mula pertemuan tidak ada membahas tentang pinjaman," ujar S kepada wartawan Senin, 6 Mei 2024.

Menurut S, meskipun mereka mendapat pelatihan tentang cara budidaya jahe merah, mereka tidak menyadari bahwa program ini melibatkan pinjaman yang harus mereka bayar. 

Warga hanya diberi pemahaman tentang cara menanam, merawat tanaman, dan membuat pupuk organik. Namun, setelah beberapa pertemuan dan pengumpulan data diri, mereka diminta untuk menandatangani perjanjian di rumah seorang pegawai PT BRM.

"Mereka mengajari kami cara menanam, merawat, dan membuat pupuk organik untuk budidaya jahe merah, tapi setelah beberapa pertemuan dan pengumpulan data diri kami, kami diminta untuk menandatangani perjanjian di rumah Mas Piyat (pegawai PT BRM kala itu)," jelasnya.

BACA JUGA:Biadab, Gadis 15 Tahun Dipaksa Melayani 7 Pria, Diberi Minuman Keras

BACA JUGA:Ancaman Serius Ekonomi Babel, 2 Pabrik Sawit Tutup Imbas Kasus Hukum

S mengakui bahwa mereka tidak membaca isi perjanjian tersebut karena mereka percaya itu adalah bantuan. Mereka hanya menerima uang sebesar Rp900.000 untuk membeli waring. Sekarang, mereka harus menghadapi hutang sebesar Rp10 juta, dan bahkan nama mereka terdaftar di blacklist BI Checking.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan