Perilaku impulsif itu seyogyanya wajar jika terjadi terhadap para remaja, tetapi kewajaran itu perlu ada batasnya jika tindakan mengarah kepada aktivitas yang berisiko seperti judi online. Apalagi, ada kasus sejumlah remaja yang justru mempromosikan judi online melalui media sosial.
BACA JUGA:Tantangan Pendidik di Era Kurikulum Merdeka dalam Mengelola Kelas yang Inklusif dan Beragam
BACA JUGA:Pemerintah Berkomitmen Cegah Anak jadi Korban Judi Online
Penyebaran candu judi online pun tak bisa diabaikan karena sejumlah dampak yang dimunculkan justru memunculkan kerugian bagi masyarakat. Maka dari itu, semua pihak perlu mengantisipasinya fenomena itu demi mencegah banyaknya anak-anak yang harus terlibat pidana.
"Sepertinya misalnya terjadi perilaku, saking sudah kecanduan judi online, mereka melakukan pencurian untuk mendapatkan uang," kata Debora.
Dalam sebuah temuan riset, menurutnya seorang remaja yang berada pada tingkat "judi parah", memiliki kesenangan yang dramatis untuk menang. Sehingga individu tersebut memiliki keinginan untuk terus berjudi dan menghabiskan banyak uang hanya untuk memuaskan diri.
Pada akhirnya, faktor terpenting dalam pembentukan generasi emas berada pada tingkat keluarga dan lingkungannya. Masyarakat tidak boleh abai dan sebisa mungkin mengetahui kondisi kesejahteraan di antara tetangganya.
Jika kondisinya sudah baik, keluarga dan lingkungan perlu membentuk dan menguatkan karakter anak dan remaja terhadap hal-hal baik dan menyosialisasikan bahayanya tindakan yang mengarah pada pidana.
"Jadi pendekatan yang sangat terintegrasi dari seluruh pihak memang saya sarankan," kata akademisi tersebut. (ant)
Oleh Bagus Ahmad Rizaldi