BELITONGEKSPRES.COM, JAKARTA - Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh, Said Salahudin, mengkritisi keputusan KPU RI yang memerintahkan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk menghentikan proses rekapitulasi manual di kecamatan karena adanya masalah pada Sirekap.
Menurut Said Salahudin, masalah teknis pada Sirekap seharusnya tidak mempengaruhi proses rekapitulasi manual yang berjalan terpisah.
"Sirekap hanya sebagai alat untuk mempublikasikan hasil pemilu secara transparan kepada masyarakat, namun bukan merupakan data resmi hasil pemilu," ungkapnya dalam keterangan resmi, Senin, 19 Februari 2024.
Dia menekankan bahwa hasil resmi pemilu diperoleh melalui proses rekapitulasi penghitungan suara secara manual yang dilakukan oleh PPK di tingkat kecamatan, sesuai dengan aturan Undang-Undang Pemilu.
BACA JUGA:Besaran Santunan Petugas Pemilu yang Meninggal Dunia, Dari Rp10 Juta Hingga Rp36 Juta
BACA JUGA:Perolehan Suara Komeng Tak Terbendung di DPD Jawa Barat
Oleh karena itu, Said Salahudin menyarankan agar KPU memperbaiki sistem pengolahan data formulir model C.HASIL dari setiap TPS ke dalam sistem Sirekap tanpa harus menghentikan proses rekapitulasi manual.
"Proses rekapitulasi tidak boleh dipengaruhi oleh data Sirekap, dan masalah pada Sirekap tidak boleh mengganggu proses rekapitulasi di tingkat kecamatan," tegasnya.
Selain itu, dia menambahkan bahwa KPU juga bisa mengatasi masalah tersebut dengan memerintahkan Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk menempelkan formulir model C.HASIL SALINAN di setiap desa/kelurahan agar masyarakat tetap dapat melihat hasil pemilu.
BACA JUGA:Menkes Soroti Jam Kerja Petugas Pemilu Melebihi Batas Toleransi Stamina
BACA JUGA:KPU: Sirekap Bukan Hasil Resmi Penentu Akhir, Hanya Bentuk Transparansi
"Namun sayangnya, hampir semua PPS enggan menempelkan formulir model C.HASIL SALINAN, padahal ini merupakan kewajiban yang diatur dalam Pasal 391 UU Pemilu," paparnya.
"Jika formulir model C.HASIL SALINAN tidak ditempel, PPS dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 508 UU Pemilu mengancam PPS dengan ancaman pidana kurungan selama 1 tahun ditambah denda sebesar 12 juta rupiah," tambah Said Salahudin.