Selain itu, Laporan Hasil Analisa yang sering disebutkan dalam persidangan tidak pernah diungkap secara terbuka atau dilampirkan sebagai barang bukti. Padahal, dalam kasus tindak pidana korupsi, bukti kerugian keuangan negara merupakan elemen utama.
Prof Bambang Hero Saharjo, yang dihadirkan sebagai saksi ahli, juga dinilai gagal memberikan rincian penghitungan kerugian negara dalam kajiannya.
Hal ini semakin memperkuat kesan bahwa baik Bambang Hero maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP tidak mampu memberikan penjelasan komprehensif mengenai kerugian lingkungan yang mencapai Rp271 triliun.
Putusan Pengadilan yang Tidak Rinci
Kuasa hukum terdakwa Mochtar Riza Pahlevi, Junaedi Saibih, mengungkapkan bahwa hasil putusan pengadilan dalam sidang sebelumnya juga tidak merinci atau menjelaskan dasar pertimbangan nilai kerugian negara sebesar Rp300 triliun. "Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa hasil kajian tersebut sejak awal tidak dapat dipertanggungjawabkan," tegas Junaedi.
BACA JUGA:Polres Belitung Tetapkan Sopir Sebagai Tersangka Timah Ilegal, Polisi Diminta Usut Pemiliknya
Ketidakjelasan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai akurasi dan validitas penghitungan kerugian negara, yang seharusnya menjadi landasan utama dalam penanganan kasus-kasus besar seperti ini. (Babel Pos)