Kemerdekaan dan 'Framing' Sejarah NU di Era Digital

Lambang bendera NU. (Istimewa)--

Walhasil, kisah "restu" habib itu tidak berbasis data sejarah yang akurat dan layak dipercaya. Pandangan Gus Ainur Rofiq dari Tambakberas, Jombang, itu juga diperkuat oleh periset sejarah NU yang juga "dzurriyah" Gipo, yakni Asrul Sani bahwa peran Habib Hasyim bin Umar Pekalongan itu tidak pernah ada dalam "perjalanan" embrio NU di Surabaya, hingga berdirinya NU.

BACA JUGA:Peran Otonomi Daerah dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Fakta itu diperkuat lagi oleh pemerhati sejarah NU yang juga anggota Tim Kerja Museum NU/Resolusi Jihad, Riadi Ngasiran, bahwa Statuten Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO), juga tidak menyebutkan nama Habib Hasyim bin Yahya sebagai salah satu pendiri NU.

Menurut Riadi, ada satu tokoh yang meskipun tidak disebut resmi dalam statuten pendirian NU, 31 Januari 1926, tapi justru menjadi inspirator berdirinya NU, yaitu Syeikhona Muhammad Cholil Al-Bankalany, karena pendirian NU secara asbabul wurud tak lepas dari ulama pesantren yang menjadi guru para kiai pada zaman itu. Di luar itu cuma klaim sepihak.

Bukti paling kuat justru datang dari pelaku sejarah sendiri, yakni KH As'ad Syamsul Arifin (almarhum, pengasuh Pesantren Asembagus, Situbondo, Jatim), saat pengajian tahun 1986 (usia 89 tahun), yang ada rekaman video-nya saat pidato dalam logat Madura yang juga viral.

Saat itu, Kiai As'ad menceritakan dirinya dipanggil Syaikhona Cholil, Bangkalan, saat mondok di Bangkalan, pada tahun 1924 dan diminta mengantarkan tongkat ke KHM Hasyim Asy'ari di Jombang dengan diberi ongkos 2 ringgit.

Setiba di Jombang, KHM Hasyim Asy'ari sempat menolak dengan meminta pesan dari Syaikhona Cholil dan akhirnya disampaikan ayat Al-Qur'an tentang tongkat Nabi Musa untuk melawan Fir'aun. Pesan dari ayat Al-Qur'an itu membuat KHM Hasyim Asy'ari menerima tongkat itu sebagai amanah memimpin umat Islam dalam paham Ahlussunnah wal Jamaah. KH Hasyim Asy'ari pun siap memimpin "jam'iyatul ulama" itu sebelum muncul nama NU.

BACA JUGA:Manfaat IKD dalam Pemutakhiran Data Pemilih di Wilayah Pemekaran

Gagasan pembentukan NU yang dimulai dari istikharah KH Syaikhona Cholil Bangkalan, yang disampaikan KH As'ad Syamsul Arifin pada kurun 1924-1926 itu akhirnya diwujudkan KH Hasyim Asy'ari dengan memerintahkan KH Wahab Hasbullah dkk untuk mengundang para kiai se-Jawa dan Madura serta 3-4 kiai dari luar Jawa untuk bertemu di Kertopaten, Gg 3, Surabaya, pada 31 Januari 1926.

Selain istikharah, NU juga dilatari lahirnya sejumlah "embrio" gerakan ulama, mulai dari Nahdlatul Wathan (1914), Nahdlatut Tujjar (NT) 1918. NT dirintis oleh 45 pengusaha Surabaya-Kediri di Cukir, Jombang, pada 1910-an, lalu dideklarasikan KHM Hasyim Asy'ari pada 1918, Taswirul Afkar (1919), dan Komite Hijaz.

Dari fakta-fakta akurat yang diperkuat bukti fisik (situs/bangunan/ historis) dan bukti non-fisik (dokumen tertulis/saksi sejarah/riset), agaknya langkah PBNU untuk "meluruskan" apa yang disebut "framing" dalam "buku" sejarah NU itu memiliki data akurat. Jadi, polemik digital yang menunjukkan kemajuan saat ini masih sebatas kemajuan teknologi, bukan kemajuan akhlak, agaknya cukup "di-cut" dengan bukti historis. (ant)

Oleh Edy M Yakub

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan