Integrasi Pancasila dalam Sistem Hukum di Indonesia

Ilustrasi logo Hari Kesaktian Pancasila (ANTARA/HO/21)--

Kebijaksanaan dan kebijakan tersebut, salah satunya berwujud hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang merupakan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat sesuai pemikiran para pendiri bangsa. Musyawarah dan gotong royong merupakan salah satu contoh pelaksanaannya.

Dalam praktik demokrasi dan musyawarah zaman dulu di Indonesia kurang mengenal sistem oposisi dan mekanisme voting, apalagi oposisi yang asal beda. Demokrasi di Indonesia mengenal istilah pepe di Jawa dan tilar di Bali.

Sekarang, kecenderungan praktik demokrasi di Indonesia mengarah pada sistem demokrasi liberal, mengakibatkan kelompok kritis nonpemerintah sering menyampaikan kritik asal beda, bukan kritik yang membangun untuk mencari solusi. Padahal menurut hasil penelitian di Inggris, misalnya, pemerintah dan oposisi mempunyai tujuan yang sama, walaupun strategi dan programnya bisa berbeda. Itu sebabnya ketika Perang Dunia I dan Perang Dunia II, demi kemenangan Inggris, pemerintah dan oposisi bersatu.

Oleh karena itu, oposisi yang sehat adalah yang argumentasinya selalu mendasarkan pada data dan fakta.

BACA JUGA:Strategi Pengelolaan Tambang Pasca Terbitnya WIUPK untuk Ormas

Menariknya, antara pemerintah dan opoisisi berusaha memecahkan masalah di masyarakat dengan metode yang berbeda. Adu argumen dan data inilah yang membawa pada kedewasaan berdemokrasi.

Konsep ini tidak dikenal di Indonesia yang menganut sistem kekeluargaan. Permusyawaratan dan demokrasi di Indonesia, jika sesuai dengan nilai-nilai Pancasila akan lebih mantap, karena merupakan intisari dari peradaban yang ada di negeri ini.

Berkaitan dengan itu, hakikat musyawarah dapat disisir kembali melalui pergulatan pemikiran Soekarno, sebagaimana disampaikan pada Sidang BPUPK tanggal 1 Juni 1945. Berikut rangkaian penjelasan Soekarno dalam berbagai kesempatan, seperti kursus Pancasila, kita akan mudah menyepakati bahwa secara metodologis, sila keempat, "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan", dan bahkan, masing-masing sila dalam Pancasila merupakan hasil dari proses yang bersifat induktif.

Dalam proses itu, praktik-praktik empiris bermusyawarah yang berlangsung lama dan ditemukan luas dalam masyarakat Indonesia dengan setting yang berbeda-beda menjadi referensi dasar.

BACA JUGA:Revitalisasi Organisasi Mahasiswa di Era Gen Z: Tantangan dan Solusi Menuju Masa Depan Berkelanjutan

Musyawarah juga disebut tradisi berembuk merupakan sistem tradisional dari dialog timbal balik, konsultasi, permusyawaratan, dan pengambilan keputusan berdasarkan kesepakatan.

Dengan demikian, musyawarah merupakan abstraksi dari pengalaman empiris masyarakat Indonesia, bukan premis yang diterjemahkan secara deduksi dari dunia ide.

Soekarno menegaskan Pancasila dan juga musyawarah dia gali dari bumi Indonesia, bukan berasal dari dirinya. Setiap sila inheren dalam masyarakat Indonesia, bukan sesuatu yang diperkenalkan dari atas.

Agar dimensi operasional demokrasi di Indonesia tidak terjebak menjadi elitis/oligarkis, maka nilai dasar Pancasila niscaya dijalin dengan prinsip dasar demokrasi.

Dengan demikian, harmoni sebagai nilai dasar Pancasila yang di dalamnya juga terkandung nilai kekeluargaan, kegotongroyongan, serta kebersamaan niscaya dijalin dengan kedaulatan rakyat dan partisipasi warga negara secara berkelanjutan sebagai prinsip dasar demokrasi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan