Membangun Ekonomi Syariah yang Inklusif dan Terbuka di Indonesia

Ilustrasi. Petugas menyusun uang dolar AS dan rupiah di sebuah bank syariah-Fakhri Hermansyah/foc-ANTARA FOTO
BELITONGEKSPRES.COM - Ekonomi Syariah, yang berlandaskan pada prinsip-prinsip hukum Islam, menawarkan alternatif bagi sistem ekonomi konvensional dengan mengutamakan keadilan sosial, transparansi, dan keberlanjutan.
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki potensi besar untuk mengembangkan sektor ekonomi syariah, namun masih menghadapi berbagai tantangan dalam implementasinya.
Ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam, yang melarang praktik riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (perjudian), serta mengutamakan transaksi yang adil dan transparan. Sistem ekonomi ini menekankan pada kegiatan yang menguntungkan bagi umat manusia dan lingkungan, serta mendorong distribusi kekayaan yang merata.
Membangun ekonomi syariah yang inklusif dan terbuka menjadi hal yang krusial untuk mendorong kesejahteraan sosial, pemerataan ekonomi, serta meningkatkan daya saing global Indonesia.
BACA JUGA:Piala Dunia 2026: Ajang Sepak Bola Rasa Perang Dagang
Ekonomi syariah yang inklusif memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat, baik yang Muslim maupun non-Muslim, dapat berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi.
Prinsip ekonomi syariah yang mengutamakan keadilan, transparansi, dan pemerataan sumber daya, memungkinkan adanya distribusi kekayaan yang lebih merata. Ini sangat penting untuk mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Ekonomi syariah menekankan pada penggunaan sumber daya alam dan finansial secara bertanggung jawab dan tidak merusak lingkungan. Prinsip syariah yang melarang eksploitasi berlebihan atau kegiatan ekonomi yang merusak lingkungan, mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Ekonomi syariah yang inklusif, yang dapat mengakomodasi berbagai sektor dan kalangan masyarakat, turut berperan dalam mendorong keberlanjutan ini.
Implementasi ekonomi syariah secara umum berlandaskan pada lima prinsip dasar, yang meliputi: larangan riba (yaitu larangan terhadap semua transaksi yang melibatkan bunga), larangan gharar yaitu larangan melakukan praktik ketidakpastian atau spekulasi dalam transaksi ekonomi, larangan maysir yaitu larangan terhadap transaksi yang mengandung unsur perjudian atau keberuntungan semata, transparansi yaitu prinsip keterbukaan dalam setiap transaksi ekonomi, dan keadilan yaitu semua pihak dalam transaksi harus mendapatkan manfaat yang adil.
BACA JUGA:Perbaiki Tata Kelola dan Distribusi Minyakita
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendukung ekonomi syariah, seperti Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). Meskipun demikian, implementasi kebijakan ini masih membutuhkan dukungan yang lebih kuat dari berbagai sektor.
Ekonomi syariah di Indonesia mulai berkembang sejak lahirnya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991, sebagai bank syariah pertama di Indonesia. Saat ini, sektor ekonomi syariah di Indonesia mencakup berbagai bidang, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, dan industri halal.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total aset perbankan syariah Indonesia pada 2023 mencapai sekitar 522 triliun rupiah, dengan kontribusi sekitar 6% terhadap total aset perbankan nasional.