Kasus Pertamax Oplosan: Rakyat Tertipu, Negara Rugi Triliunan
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan-Pertamina Patra Niaga-
BELITONGEKSPRES.COM - Kasus dugaan korupsi yang menjerat Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, tak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap distribusi bahan bakar minyak (BBM) nasional.
Dugaan manipulasi kualitas BBM, yang membuat konsumen Pertamax justru menerima BBM berkualitas lebih rendah, telah menimbulkan kegelisahan di kalangan masyarakat.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menyoroti bahwa skandal ini tidak sekadar merugikan keuangan negara, tetapi juga mencederai hak konsumen.
Banyak masyarakat yang secara sadar memilih membeli Pertamax (RON 92) dengan harga lebih tinggi demi kualitas bahan bakar yang lebih baik, namun justru mendapatkan BBM oplosan yang setara dengan Pertalite (RON 90).
BACA JUGA:Soal Kasus Pertamina: Prabowo Sebut Akan Bersihkan Tata Kelola Minyak Mentah dari Praktik Korupsi
BACA JUGA:Isu Oplosan Pertamax-Pertalite, Pertamina: Kami Hanya Tambah Aditif
Lebih jauh, modus operandi dalam kasus ini mencakup markup impor minyak mentah dan BBM serta manipulasi proses blending dari Pertalite menjadi Pertamax.
"Minyak mentah produksi dalam negeri sering kali ditolak untuk diolah di kilang Pertamina dengan alasan tidak sesuai spesifikasi. Hal ini menjadi dalih untuk mengimpor minyak mentah dalam jumlah besar," ujar Fahmy pada Rabu, 26 Februari.
Tak hanya itu, dalih keterbatasan kapasitas kilang juga dijadikan alasan untuk meningkatkan impor BBM, dengan harga yang diduga telah di-markup secara signifikan.
Kejahatan ini tidak hanya membebani keuangan negara, tetapi juga menyebabkan rakyat harus membayar lebih mahal untuk BBM yang sebenarnya tidak memiliki kualitas sesuai dengan harga yang dibayarkan.
Fahmy juga menyoroti adanya praktik markup dalam kontrak pengiriman minyak dengan tambahan biaya ilegal sebesar 13 hingga 15 persen. Hal ini semakin memperburuk dampak dari korupsi tersebut, yang bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat sebagai konsumen BBM.
BACA JUGA:Menteri Bahlil: Blending BBM Tak Masalah, Asal Sesuai Standar
BACA JUGA:Kasus Dugaan Korupsi BBM: Kejaksaan Agung Sebut Praktik 'Blending' Terjadi pada 2018–2023
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) untuk periode 2018-2023. Kasus ini diperkirakan menyebabkan kerugian negara hingga Rp 193,7 triliun.