Sawah Pokok Murah ala Djoni untuk Kesejahteraan Petani

Pj Wali Kota Padang, Andree Algamar ikut panen padi di Padang-Pemkot Padang-ANTARA/HO

Pada situasi yang sulit saat ini dan semakin berkurangnya pupuk bersubsidi, sangat diharapkan kemauan para petani untuk berubah.

"Jangan membakar jerami, manfaatkanlah jerami untuk pupuk. Jerami bisa ditumbuk untuk kompos atau jerami dipotong-potong saat panen lalu ditabur atau diinjak masuk tanah, karena jerami banyak mengandung unsur hara."

Setiap kali petani, pejabat pemerintahan, dan akademisi berkunjung ke Dangau Inspirasi di rumahnya, Pakar pertanian Ir. Djoni (70) – yang lebih senang disebut pekerja sosial masyarakat yang aktif di bidang pertanian berkelanjutan dan urban farming, selalu menyuarakan hal itu. Sebab dengan gagasan terbarunya, Sawah Pokok Murah, keberadaan jerami menjadi penting.

Ketika hama tanaman padi menyebabkan produksi menurun, begitu juga pupuk yang hampir selalu langka, kadang yang ada pun ternyata pupuk palsu, sudah dipastikan petani mengalami kerugian besar. Dan selama puluhan tahun, boleh dikata, petani hampir selalu mengalami kesulitan keuangan. Petani harus dibantu, dimotivasi, dan diberikan solusi.

BACA JUGA:Saprahan Khatulistiwa 2025 Integrasikan Tradisi dan Digitalisasi

Hasil ujicoba yang dilakukan Djoni dengan ratusan petani di kabupaten/kota di Sumatera Barat, sejak tahun 2022 lalu dengan Sawah Pokok Murah (SPM), mungkin akan menjadi solusi atas persoalan petani selama ini di Indonesia. Sekaligus jawaban bagaimana meningkatkan hasil produksi padi yang bisa menyejahterakan petani.

"Terlalu mahal jika untuk meningkatkan produksi padi, pemerintah membuat program cetak sawah baru. Cukup dengan luas sawah yang ada saat ini, dengan program Sawah Pokok Murah, banyak terjadi penghematan dan produksi bisa meningkat 100 sampai 150 persen. Ini fakta yang sudah dilakukan di sejumlah nagari –pemerintahan terendah, terdiri dari beberapa kecamatan-- di kabupaten/kota di Sumatera Barat," kata Djoni, saat ditemui di Dangau Inspirasi, kediamannya yang khusus untuk berdiskusi, di Kurao Kota Padang, belum lama ini.

Djoni memang bukan orang baru di dunia pertanian di Indonesia. Sejak 28 tahun lalu, dia menggalakkan pertanian organik dan menemukan lebih 23 agen hayati --pemberantasan hama tanaman dengan musuh alaminya, yang ramah lingkungan. Puncaknya, tahun 2002 ia mendirikan Institut Pertanian Organik di Kecamatan IV Angkek Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Agen hayati dapat berupa predator, parasitoid, patogen adan agen antagonis.

BACA JUGA:Terapi Cinta Kasih Dalam Paradigma Kesehatan Modern

Setelah sukses dengan program pertanian organik, Djoni yang mantan kepala dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumatera Barat (2005-2015) itu menemukan formula pupuk “cikam”, yakni pupuk cirit (tahi) kambing yang mencengangkan dunia akademik dan pertanian di Indonesia.

Para petani yang mempraktikkan temuan tersebut, mengalami keuntungan yang luar biasa. Selain hasil panen meningkat, dengan peningkatan produktivitas hasil panen hingga 100 persen, harga jual pun tinggi. Penghematan biaya dari pengolahan hingga panen, bisa ditekan hingga 70 persen.

Banyak petani/kelompok tani kemudian yang belajar ke Sumatera Barat di tahun 2000-an, termasuk para pakar pertanian dan pakar ekonomi dari sejumlah perguruan tinggi, termasuk guru besar Universitas Indonesia Prof.Dr.Faisal Basri (alm).

Faisal Basri kemudian menuliskan pengalamannya tersebut dalam tulisan kolom di harian Kompas. Bahkan, tahun 2021, Menteri Pertanian masa Presiden SBY, Prof. Dr. Anton Apriantono, juga mendatangi Djoni, peraih penghargaan Kalpataru sebagai Pembina Lingkungan Hidup tahun 2009, untuk mendiskusikan banyak hal.

BACA JUGA:Pangkas Anggaran Rp306 Triliun, Indonesia Belajar dari Pengalaman Negara Lain

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan