Melindungi Anak-anak dari Bahaya Media Sosial

Seorang anak bermain permainan sondah di Jalan Asep Berlian, Gang Wargaluyu, Cibeunying Kidul, Bandung Jawa Barat, Rabu (3/3/2021). Pengurus RW dan warga setempat berinisiatif untuk menggalakan kembali permainan tradisional bagi anak melalui karya seni mu-Raisan Al Farisi/wsj.-ANTARA FOTO

BACA JUGA:'Membangun di Lahan Basah', Sebuah Cerita dari Pesisir Utara Jakarta

Pemerintah dapat meluncurkan kampanye nasional untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko penggunaan media sosial yang berlebihan. Edukasi kepada orang tua, pendidik, dan remaja harus menjadi prioritas, mencakup informasi tentang dampak psikologis, sosial, dan cara mengontrol penggunaan media sosial dengan sehat.

Platform media sosial, seperti TikTok, Instagram, dan Facebook harus diwajibkan mematuhi peraturan lokal, termasuk membatasi fitur-fitur yang mendorong adiksi, seperti infinite scrolling dan notifikasi berlebihan. Selain itu, pemerintah dapat memberlakukan sanksi finansial besar, hingga Rp1 triliun bagi perusahaan yang gagal mematuhi aturan.

Mengingat sifat lintas batas dari media sosial, Indonesia perlu bekerja sama dengan negara-negara lain untuk menyusun kerangka regulasi internasional. Langkah ini penting untuk memastikan perlindungan pengguna secara global, terutama anak-anak dan remaja.

Dampak negatif media sosial tidak hanya memengaruhi individu, tetapi juga masyarakat secara luas. Media sosial telah menjadi "mesin polarisasi", memperburuk penyebaran disinformasi dan konflik sosial. Di Indonesia, media sosial sering digunakan untuk menyebarkan hoaks yang berkontribusi pada ketegangan politik dan sosial. Misalnya, pada Pemilu 2019, lebih dari 5.000 konten hoaks terdeteksi hanya dalam periode kampanye.

BACA JUGA:Garuda dan Gaung Indonesia di Tanah Genghis Khan Mongolia

Sebagai negara dengan tingkat penetrasi internet yang tinggi, Indonesia menghadapi tantangan serius dalam mengatur dampak negatif media sosial. Tanpa regulasi yang kuat, generasi muda Indonesia akan semakin rentan terhadap kecanduan dan dampak buruk lainnya.

Pada 2023, jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 191 juta, atau 69 persen dari total populasi. Rata-rata pengguna media sosial di Indonesia menghabiskan 3 jam 17 menit per hari, jauh di atas rata-rata global. Sebanyak 40 persen remaja Indonesia melaporkan tekanan psikologis akibat media sosial, sementara kasus depresi meningkat sebesar 20 persen dalam lima tahun terakhir.

Berdasarkan pelajaran dari Australia, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah berikut. Pertama, mengadopsi regulasi usia dengan menetapkan batas usia minimum 16 tahun untuk pengguna media sosial. Kedua, edukasi dan kesadaran publik dengan memperbanyak kampanye nasional tentang dampak negatif media sosial. Ketiga, kerja sama multinasional dengan melibatkan Indonesia dalam inisiatif global untuk membangun regulasi bersama. Keempat, penegakan hukum yang tegas dengan menerapkan sanksi berat bagi perusahaan teknologi yang melanggar aturan.

Langkah Australia untuk melarang anak-anak di bawah usia 16 tahun menggunakan media sosial adalah contoh bagaimana sebuah negara dapat melindungi generasi muda dari dampak negatif teknologi. Indonesia, dengan populasi remaja yang besar, memiliki tanggung jawab untuk melindungi masa depan bangsa melalui regulasi yang ketat, edukasi publik, dan kerja sama internasional. Tanpa tindakan segera, risiko kesehatan mental, sosial, dan ekonomi akan terus meningkat, mengancam potensi generasi muda Indonesia sebagai penerus bangsa. Adopsi kebijakan berbasis bukti, seperti yang dilakukan Australia, dapat menjadi langkah awal menuju masa depan yang lebih baik. (ant)

 *) Dr.Aswin Rivai,SE.,MM

Pemerhati ekonomi dan sosial, dosen di FEB-UPN Veteran, Jakarta

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan