Mikroagresi dan Pedagang Es Teh

Senin 09 Dec 2024 - 21:58 WIB
Oleh: Ares Faujian

"Es tehmu jik okeh ra? Masih, yo kono didol go***k!” Yang artinya; “Es teh kamu masih banyak atau tidak? Masih, ya sana dijual go***k!" ucap salah satu pendakwah tenar Gus Miftah yang sedang viral saat ini. Tidak berhenti di situ, ucapan Gus Miftah tentang ketika ditinggal pedagang es teh kerja dan istrinya hamil, juga patut digaris bawahi.”Kan banyak terjadi di mana-mana.” kata pendakwa itu sambil diiringi tawa rekan di sebelahnya.

Karena ucapannya ke pedagang es teh pada acara Magelang Berselawat (November 2024), Gus Miftah habis menjadi “bulan-bulanan” di berbagai media sosial dan media massa nasional. Kabar ini pun juga telah sampai di beberapa negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.

Ya, peristiwa ini dianggap warganet tidak selayaknya diutarakan oleh pemuka agama. Apalagi Gus Miftah ini adalah orang yang diamanahkan sebagai Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.

Walaupun terkesan bercanda, namun banyak orang sudah menandatangani petisi pengunduran diri Gus Miftah sebagai UKP ini, dan ia pun akhirnya mundur. Dirilis dari berbagai media, terhitung sejak Jumat (06/12/2024), telah lebih dari 300 ribu warganet telah menandatangani petisi ini di situs change.org. Meskipun juga sudah ada petisi menolak pengunduran diri Gus Miftah sebagai UKP.

Menyaksikan berita yang akan menjadi bagian kaleidoskop Indonesia 2024 ini, penulis teringat materi “Microagression” yang penulis dapatkan ketika mengikuti program America Field Service (AFS) Global STEM Educators 2024. Microagression (mikroagresi) atau bisa disebut juga agresi mikro, terjadi ketika seseorang membuat asumsi tentang orang lain dan kemudian mengekspresikan asumsi tersebut dengan cara yang dapat dianggap negatif. Bahkan komentar yang bermaksud baik pun dapat dianggap sebagai penghinaan terhadap identitas seseorang (AFS, 2024). 

Lobban, dkk., (2020) menyebutkan bahwa mikroagresi dalam percakapan memiliki kecenderungan melibatkan perangkat seperti pra-sekuens, idiom, dan humor untuk mengurangi akuntabilitas, dan baik pembicara maupun penerima dapat menjadi agen yang melestarikan (hetero)seksisme. Seksisme (KBBI VI) sendiri dartikan penggunaan kata/ frasa yang meremehkan atau menghina berkenaan dengan kelompok, gender, ataupun individual.

BACA JUGA:Pedagang Es Teh Sunhaji Mohon Presiden Prabowo Tolak Pengunduran Diri Gus Miftah, Netizen Menduga Diintimidasi

Agresi mikro ini bersifat halus, dan acap kali tidak disadari atau tidak disengaja dan mengekspresikan sikap yang merendahkan identitas seseorang. Memahami bagaimana serangan mikro berdampak pada pengalaman dan perasaan orang lain, akan membantu kita membangun empati dan memperluas perspektif kita secara lokal hingga global.

Sehingga, pada pembelajaran yang penulis dapat dari AFS ini, kita akan belajar untuk mengidentifikasi serangan mikro dan memahami dari mana asalnya. Termasuk hal yang tak kalah penting, yakni mengembangkan strategi untuk menghadapinya. 

Apa itu Mikroagresi?

Mikroagresi merupakan bentuk diskriminasi halus sehari-hari yang kerap kali dilakukan tanpa disadari oleh pelakunya, dan dapat terjadi dalam bentuk hinaan mikro, serangan mikro, dan pembatalan mikro (McCallaghan & Steyn, 2024). Mikroagresi ialah komentar, tindakan, atau perilaku yang dapat merendahkan atau mendiskriminasi seseorang berdasarkan identitasnya, seperti SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan). Meskipun kadang tidak dimaksudkan untuk menyakiti.

Mikroagresi (Simatele, 2018) didefinisikan sebagai tindakan atau pernyataan halus, sering kali tidak disadari, atau otomatis yang ditujukan terhadap kelompok terdiskriminasi, yang menyebabkan tekanan, kecemasan, dan isolasi. McClure & Rini (2020) menyebutkan bahwa definisi mikroagresi bervariasi, beberapa berfokus pada motif psikologis pelaku, pengalaman korban, dan perannya dalam struktur sosial yang menindas.

Chester M. Pierce pertama kali menggunakan istilah “microagression” pada 1970-an. Istilah mikroagresi digambarkan sebagai bentuk penghinaan yang dialami kelompok etnis Afrika-Amerika (Indriyani, 2021).

Beberapa contoh mikroagresi yang familier ditemui, ketika seorang perempuan dalam pertemuan kantor diabaikan hingga idenya diulangi oleh kolega pria. Perihal ini menguatkan stereotip dan merendahkan pengalaman individu sebagai perempuan.

Selain itu, komentar seperti "Wah, kulitmu eksotis!" atau "Hidung kamu mancung banget!", juga acap kali dianggap sebagai pujian di Indonesia. Namun sebenarnya mengandung bias yang merugikan.

Kategori :