BELITONGEKSPRES.COM - Program makan bergizi gratis bagi anak sekolah, yang didukung anggaran Rp10.000 per porsi, dinilai realistis dan strategis dalam memenuhi kebutuhan gizi generasi muda Indonesia. Ahli gizi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Toto Sudargo, memberikan pandangan mendalam tentang pelaksanaan program ini.
"Dengan perencanaan yang baik, anggaran ini masih memungkinkan untuk mencukupi gizi anak-anak. Namun, implementasi harus diawasi secara ketat, dievaluasi berkala, dan terus disempurnakan," ujar Toto dalam pernyataannya di Yogyakarta.
Toto menekankan bahwa program ini merupakan langkah mulia, karena tidak semua negara mampu menjalankan inisiatif berskala besar seperti ini. Ia menyoroti pentingnya memanfaatkan potensi lokal dalam penyusunan menu.
"Setiap daerah memiliki keunikan bahan pangan. Di Papua, misalnya, sagu atau papeda dapat menggantikan nasi sebagai sumber karbohidrat. Begitu juga protein, vitamin, dan mineral bisa dipenuhi melalui ikan, telur, daging, atau bahan nabati yang sesuai dengan kearifan lokal," jelasnya.
BACA JUGA:Disebut Bukan Lagi Anggota PDIP, Jokowi Jadi Incaran Banyak Partai Politik
BACA JUGA:1,5 Bulan Menjabat, Gus Miftah Ngaku Belum Terima Gaji dan Tidak Memanfaatkan Fasilitas Negara
Untuk mengatasi keterbatasan anggaran, ia merekomendasikan pendekatan subsidi silang dan optimalisasi proses produksi makanan di dekat lokasi sekolah. "Dengan mengurangi biaya transportasi, anggaran bisa lebih maksimal," tambahnya.
Selain gizi dan efisiensi biaya, aspek keamanan pangan juga menjadi perhatian. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Badan Gizi Nasional diharapkan turut memantau pelaksanaan program ini untuk memastikan keamanan bahan pangan hingga ke tahap konsumsi.
Toto menekankan pentingnya mempertimbangkan preferensi anak-anak dalam penyajian makanan. "Makanan harus menarik dan sesuai selera mereka agar tidak ada yang terbuang. Porsi kecil pun tidak masalah asalkan anak-anak menyukainya," ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pelaksanaan program ini memengaruhi masa depan generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, kualitas makanan harus menjadi prioritas utama dibandingkan kuantitas atau keuntungan semata.
"Ini bukan soal profit, tetapi soal investasi masa depan. Pemerintah harus memastikan makanan yang diberikan benar-benar berkualitas," tegasnya.
Agar program ini berhasil, Toto mengajak semua pihak, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), media, dan masyarakat, untuk berkolaborasi. "Mari bersama-sama mendukung program ini demi terpenuhinya kebutuhan gizi anak-anak Indonesia, generasi emas penerus bangsa," tutupnya. (ant)