BELITONGEKSPRES.COM - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa utang pemerintah Indonesia telah mencapai Rp 8.560,36 triliun pada akhir Oktober 2024.
Meskipun angka tersebut terlihat signifikan, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) tercatat sebesar 38,66%, yang tetap berada di bawah batas aman 60% sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Menurut dokumen APBN Kita edisi November 2024 yang dirilis pada 28 November, pemerintah mengelola utangnya dengan hati-hati dan terencana, bertujuan untuk mencapai portofolio utang yang optimal sekaligus mendukung pengembangan pasar keuangan domestik.
Pengelolaan yang baik terhadap portofolio utang ini sangat penting untuk menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk mengelola utang dengan mempertimbangkan risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo.
BACA JUGA:AHY Tekankan Pentingnya Ekonomi Berkelanjutan dan Berkeadilan untuk Mencapai Pertumbuhan 8 Persen
BACA JUGA:Airlangga Hartarto Sebut Penundaan Kenaikan PPN Belum Dibahas oleh Presiden Prabowo
Jika dilihat dari jenis instrumen, mayoritas utang pemerintah berasal dari surat berharga negara (SBN), yang mencapai Rp 7.550,7 triliun atau 88,21% dari total utang.
Sisa utang sebesar Rp 1.009,66 triliun berasal dari pinjaman, yang berkontribusi sebesar 11,679%. Dalam rincian SBN, utang domestik mencapai Rp 6.606,68 triliun (77,18%), sedangkan utang dalam valuta asing (valas) tercatat sebesar Rp 944,02 triliun (11,03%).
SBN domestik terdiri dari surat utang negara senilai Rp 5.104,38 triliun dan surat berharga syariah negara sebesar Rp 1.502,30 triliun. Untuk SBN valas, surat utang negara mencapai Rp 912,61 triliun, dan surat berharga syariah negara sebesar Rp 31,41 triliun.
Mengenai pinjaman, totalnya sebesar Rp 1.009,66 triliun, yang terbagi menjadi pinjaman dalam negeri sebesar Rp 42,25 triliun dan pinjaman luar negeri mencapai Rp 967,41 triliun. Pinjaman luar negeri tersebut terdiri dari pinjaman bilateral senilai Rp 263,33 triliun, multilateral sebesar Rp 571,47 triliun, dan pinjaman dari bank komersial sebesar Rp 132,61 triliun. (beritasatu)