BELITONGEKSPRES.COM - Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, memastikan bahwa aspek lingkungan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis. Salah satu inisiatif utama dalam program ini adalah pengelolaan limbah, yang sudah diintegrasikan dalam ekosistem program untuk memastikan keberlanjutan.
"Sampah hasil masakan akan diolah menjadi pupuk yang kemudian digunakan kembali di lahan pertanian," ungkap Dadan ketika ditemui di kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, 31 Oktober 2024. Selain itu, Dadan menegaskan bahwa dalam pendistribusian makanan bergizi gratis, tidak akan digunakan bahan sekali pakai.
"Makanan akan didistribusikan dengan kemasan yang dapat digunakan ulang, sehingga tidak menambah sampah," lanjutnya. Transformasi limbah masakan menjadi pupuk ini diharapkan dapat mendukung ekonomi melalui sirkular ekonomi di sektor pertanian.
Untuk diketahui, program Makan Bergizi Gratis ini akan mulai diterapkan pada Januari 2045 mendatang. Dadan memastikan bahwa program ini sudah sangat siap untuk diimplementasikan, dengan persiapan dan pilot project yang telah berjalan selama 10 bulan terakhir.
BACA JUGA:Polda Metro Jaya Gerebek Kantor Satelit Judi Online di Bekasi yang Melibatkan Satf Komdigi
BACA JUGA:Indonesia Masih Bergantung pada Impor Gula, Ekonom Beberkan Penyebabnya
"Tahap awal akan mengadopsi pilot project yang telah kami lakukan di Warung Kiara (Sukabumi) dan Bojong Koneng (Bogor), untuk memudahkan pelayanan di berbagai daerah," jelasnya. Pada tahap awal, program ini akan diterapkan di 100 titik di seluruh Indonesia, dari Sabang hingga Merauke.
Data terbaru dari BPS menyoroti pentingnya program Makan Bergizi Gratis untuk mendukung Generasi Emas 2045.
"Ada lima kategori jumlah anggota keluarga atau rumah tangga berdasarkan kelas pengeluaran 2024, mulai dari miskin hingga kelas atas," jelas Dadan. Di kelas atas, rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 2,84, dengan variasi dari keluarga tanpa anak hingga keluarga dengan 11 anak.
"Setiap tahun populasi Indonesia bertambah sekitar 3 juta orang atau 6 orang per menit, dan 60% dari kelahiran ini berasal dari keluarga miskin. Di daerah percontohan kami di Sukabumi, misalnya, rata-rata pendapatan keluarga hanya 1 juta rupiah atau bahkan di bawah itu," ungkapnya. (dis)