Menurut Yunus, anggota keluarga atau kerabat yang menikmati hasil kejahatan meskipun secara pasif, bisa dikenai jerat hukum. Pertanyaannya, kapan kerabat seperti istri, yang menerima, menguasai, atau menikmati uang hasil korupsi, dapat dianggap sebagai pelaku tindak pidana?
Dalam pertanyaan yang diajukan oleh jaksa, diuraikan skenario yang mengangkat contoh kasus, seperti kasus Melinda Dee yang melibatkan suaminya. Jika istri atau kerabat menerima dan menikmati hasil kejahatan, kapan mereka dianggap terlibat dalam kejahatan?
"Apakah ini dapat dianggap sebagai modus untuk menyembunyikan aset atau kekayaan?” tanya jaksa, menggali lebih lanjut tentang situasi yang disebut sebagai "pelaku pasif" dan sejauh mana keterlibatan kerabat dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dalam kasus tersebut.
Yunus mengakui bahwa kerabat kerap dimanfaatkan dalam tindak pidana pencucian uang. Dalam banyak kasus, mereka dikenai Pasal 5, yang mencakup penerimaan, penguasaan, dan penggunaan hasil kejahatan.
BACA JUGA:Fakta Baru Sidang Korupsi Timah, Harvey Moeis: Dana Sosial Habis untuk Covid-19
Jika seseorang menerima hasil kejahatan dan jelas mengetahui sumber dana tersebut, kemudian menguasai dan menikmati hasilnya tanpa tujuan menyembunyikan atau menyamarkan, maka mereka bisa dijerat Pasal 5.
"Contohnya seperti kasus Andika Gumilang yang menerima mobil, apartemen, dan uang. Ia hanya menikmati hasil kejahatan tersebut tanpa ada usaha menyembunyikan. Itu sesuai dengan Pasal 5," jelas Yunus.
Lebih lanjut, Yunus menekankan bahwa Pasal 5 lebih berfokus pada penerimaan dan pemanfaatan hasil kejahatan tanpa upaya penyamaran, berbeda dengan Pasal 3 dan Pasal 4 yang mencakup aspek penyembunyian atau penyamaran aset.
Dalam kasus ini, jaksa menyebut bahwa Harvey Moeis dan crazy rich Pantai Indah Kapuk Helena Lim, diduga menikmati hasil sebesar Rp 420 miliar. Harvey didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang, sementara Helena didakwa menampung uang hasil kejahatan. (Babel Pos)