KENDARI - Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang pada 27 April 2024 merayakan Hari Ulang Tahun ke-60 memiliki wilayah daratan dan kepulauan, dikenal menyimpan panorama alam eksotik sebagai objek wisata. Bahkan, di "Bumi Anoa" ini juga terdapat desa-desa yang memiliki keindahan alam untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata menjanjikan.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra, dalam hal ini Dinas Pariwisata (Dispar), juga terus mengidentifikasi desa wisata di 17 kabupaten/kota guna mendorong pemerintah daerah masing-masing untuk menetapkan desa-desanya yang memiliki potensi menjadi desa wisata. Desa wisata itu ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati/Wali Kota.
Sejak adanya ajang apresiasi Anugerah Desa Wisata Indonesia atau ADWI yang diluncurkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Republik Indonesia (RI), Provinsi Sultra telah memberikan kontribusi aktif di kegiatan tersebut. Dengan ajang nasional yang diluncurkan oleh Sandiaga Salahuddin Uno itu, jumlah desa wisata di Bumi Anoa juga terus meningkat.
Pada tahun 2021, jumlah desa wisata yang ada di Provinsi Sultra hanya 135 desa, pada tahun 2023 meningkat cukup signifikan menjadi total 269 desa wisata. Dari jumlah desa wisata sebanyak itu memang diakui belum memberikan peran signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
BACA JUGA:Sambut HUT RI di IKN, BNPT Perkuat Sistem Pengamanan Bandara Sepinggan Balikpapan
Desa wisata yang hanya mengandalkan alam tanpa dibarengi dengan kegiatan atau atraksi di dalamnya serta promosi, tentu tidak akan banyak dikunjungi wisatawan.
Kendati demikian, beberapa desa wisata yang berbasis ekonomi kreatif terbukti mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya. Contohnya, Desa Gaya Baru dengan wisata Waburi Park-nya di Kabupaten Buton Selatan (Busel). Mereka memoles kawasan tebing di pesisir pantainya, sehingga penampilan tersebut menjadi sangat instagrammable, dan banyak pengunjung yang datang.
Contoh desa wisata yang berbasis ekonomi kreatif lainnya adalah Desa Masalili yang terletak di Kecamatan Kontunaga, Kabupaten Muna. Desa wisata itu terkenal dengan kain tenunnya. Produk kain tenun Masalili kini banyak dicari orang.
Wisatawan Nusantara
Pemprov Sultra menargetkan kunjungan wisata Nusantara lebih besar dibanding dengan wisata mancanegara, sebab akses wisata ke Provinsi Sultra adalah besarnya biaya untuk transportasi. Dengan kondisi itu maka tidak jarang para wisatawan masih lebih memilih ke Bali ataupun ke Yogyakarta ketimbang ke Bumi Anoa.
BACA JUGA:Bangka Tengah Kucurkan Hibah Pengamanan Pilkada Rp4,9 Miliar
Pada tahun 2023 lalu, Pemprov Sultra mencatat sebanyak 9,2 juta pergerakan wisatawan Nusantara. Jumlah tersebut sangat jauh di atas target yang ditentukan sebesar 6,6 juta wisatawan. Jumlah 9,2 juta itu pun berdasarkan hitungan hingga triwulan ketiga 2023.
"Jika setiap wisatawan membelanjakan uangnya Rp2 juta saja, berarti perputaran uang mencapai triliunan rupiah dari sektor pariwisata," kata
Kepala Bidang (Kabid) Pengembangan Pemasaran Pariwisata Dispar Sultra, Andi Syahrir.
Meski kunjungan wisatawan Nusantara cukup besar, tapi tidak berarti wisatawan mancanegara diabaikan. Hal itu tetap menjadi bagian dari strategi pengembangan pariwisata Pemprov Sultra kendati secara infrastruktur masih terhambat dalam menghitung angka pergerakannya, karena Sultra bukanlah pintu masuk imigrasi. Wisatawan yang masuk ke Sultra tercatatnya di pintu imigrasi seperti Makassar, Bali atau Jakarta.