Namun, keputusan ini juga menegaskan bahwa kebijakan publik tidak bisa hanya didasarkan pada hitungan teknis di atas kertas.
BACA JUGA:Menyingkap Tirai Gelap Perundungan
Ada realitas sosial dan ekonomi yang harus dipertimbangkan, terutama ketika kebijakan tersebut menyangkut kebutuhan dasar masyarakat.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPNVJ Achmad Nur Hidayat menilai para pembantu Presiden harus mulai benar-benar memahami visi dan misi Presiden, serta tidak keliru menerjemahkan percepatan sehingga tidak perlu ada kebijakan yang justru menimbulkan gejolak di kalangan masyarakat.
Ia sekaligus menyarankan pentingnya penyusunan kebijakan yang senantiasa mempertimbangkan dan memahami kondisi rakyat. Sebab kebijakan yang berpihak pada rakyat tidak hanya tentang memastikan kebutuhan mereka terpenuhi, tetapi juga mampu memberikan solusi yang tidak menambah beban hidup mereka.
Perlu persiapan
Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah bahwa reformasi distribusi elpiji tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba tanpa persiapan yang matang.
BACA JUGA:Mari Berandai-andai Jika Tiba-tiba 1 Dolar AS Setara Rp8.170
Data memang tidak bisa disangkal yang menunjukkan bahwa sekitar 60 persen subsidi elpiji 3 kg justru dinikmati oleh kelompok ekonomi menengah ke atas.
Namun, cara penyelesaiannya juga harus dilihat secara holistik dan tidak membatasi akses tanpa solusi yang konkret. Di satu sisi, perubahan juga harus dilakukan secara bertahap, dengan sistem yang lebih terstruktur dan mekanisme kontrol yang lebih baik.
Salah satu pendekatan yang bisa dipertimbangkan adalah memperbaiki sistem distribusi berbasis data kependudukan yang lebih akurat.
Pemerintah sebenarnya sudah mulai menerapkan sistem pembelian elpiji dengan pencatatan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Namun, sistem ini masih dalam tahap uji coba dan belum sepenuhnya diterapkan secara nasional.
Jika sistem ini dijalankan dengan baik, maka subsidi bisa benar-benar tepat sasaran tanpa harus menciptakan kesulitan akses bagi masyarakat kecil.
Selain itu, pemerintah juga perlu memperkuat infrastruktur distribusi elpiji, terutama di daerah yang masih sulit dijangkau. Jika memang pengecer ditertibkan, maka harus ada langkah konkret untuk memastikan bahwa pangkalan resmi tersedia dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Dan menjadikan pengecer sebagai sub-pangkalan juga memerlukan waktu yang tidak seketika.
BACA JUGA:Alarm Badai PHK dan Solusi Ekonomi Indonesia
Jika ini langsung diterapkan ada potensi justru bisa menciptakan pasar gelap yang lebih sulit dikontrol.
Di banyak daerah, ketika distribusi formal mengalami kendala, pada praktiknya justru kerap muncul spekulan yang menjual elpiji dengan harga lebih tinggi. Hal-hal seperti inilah yang ke depan perlu benar-benar diwaspadai.