BELITONGEKSPRESCOM - Pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, tengah mempersiapkan kriteria dan batasan barang serta jasa yang akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Namun, aturan spesifik terkait pengenaan pajak ini belum diterbitkan dan masih dalam proses pembahasan mendalam.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, meminta masyarakat untuk bersabar menunggu regulasi final yang sedang disusun bersama pihak-pihak terkait. "Tunggu saja sampai aturannya keluar," ujar Dwi dalam media briefing di kantor DJP, Senin, 23 Desember.
Dwi menjelaskan bahwa pemerintah ingin memastikan aturan ini disusun secara hati-hati agar tepat sasaran. Dengan demikian, PPN 12 persen hanya akan diterapkan pada barang dan jasa yang dikonsumsi oleh kelompok masyarakat sangat mampu.
BACA JUGA:BI-Fast Hadirkan 3 Layanan Baru untuk Percepat Digitalisasi Pembayaran
BACA JUGA:Menko Pangan: Pemerintah Indonesia Stop Impor Beras, Target Swasembada Pangan 2027
“Jika pada 1 Januari 2025 aturan tersebut belum diterbitkan, maka barang-barang tertentu seperti beras premium atau jasa premium yang direncanakan kena PPN akan tetap bebas pajak hingga regulasi diterapkan,” tambah Dwi.
Barang dan Jasa yang Direncanakan Kena PPN 12 Persen
Melalui rilis resmi DJP yang diterbitkan sebelumnya, pemerintah menyebutkan beberapa barang dan jasa premium yang akan dikenakan PPN 12 persen. Daftar tersebut mencakup:
- Beras premium, seperti jenis organik dan impor berkualitas tinggi.
- Buah-buahan premium, seperti anggur impor, berry eksotis, dan alpukat kelas atas.
- Daging premium, seperti wagyu, kobe, dan daging sapi berstandar internasional lainnya.
- Ikan mahal, seperti salmon premium, tuna premium, hingga udang kelas atas seperti king crab.
- Jasa pendidikan premium, seperti sekolah internasional.
- Jasa kesehatan premium, termasuk layanan medis kelas atas.
- Listrik pelanggan rumah tangga dengan daya 3.500-6.600 VA.
BACA JUGA:Menjawab Tantangan Global, Krakatau Steel Siap Bangun Ketahanan Industri Nasional
BACA JUGA:BNI dan Pos Indonesia Kolaborasi Hadirkan Solusi Logistik dan Pembiayaan untuk UMKM
Meski begitu, pemerintah menegaskan bahwa barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan dasar, dan pendidikan non-premium tetap bebas PPN hingga aturan baru disahkan.
Kementerian Keuangan menyatakan bahwa pengenaan pajak ini bertujuan untuk menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan. Kelompok masyarakat berdaya beli tinggi diharapkan berkontribusi lebih besar dalam penerimaan negara, sementara barang kebutuhan pokok masyarakat umum tetap terlindungi dari beban pajak tambahan.
“Pengenaan PPN atas barang/jasa tertentu dengan batasan harga tertentu akan dilakukan secara hati-hati agar hanya menyasar kelompok masyarakat yang sangat mampu,” tulis DJP dalam rilis resminya.
Kapan Regulasi Final Akan Diterbitkan?
Meskipun belum ada jadwal pasti, pemerintah memastikan bahwa pembahasan regulasi ini melibatkan banyak pihak untuk menjamin keadilan dan efektivitas implementasinya. Dengan demikian, masyarakat diminta untuk menunggu pengumuman resmi dari pemerintah terkait penerapan kebijakan PPN 12 persen pada barang dan jasa mewah. (ant)