Refleksi 23 Tahun Pokja Wartawan Belitung: Peran Strategis Jurnalis di Era Informasi

Syukuran 23 tahun berdirinya Pokja Wartawan Belitung-Dok/BE-
BELITONGEKSPRES.COM - Jurnalis, atau yang lebih dikenal sebagai wartawan, adalah garda terdepan dalam menyampaikan informasi kepada publik. Mereka bukan sekadar penulis berita, tetapi juga analis, pelapor, dan penjaga akurasi informasi di tengah derasnya arus pemberitaan saat ini.
Di era digital yang serba cepat, peran jurnalis semakin krusial. Tidak hanya bertugas melaporkan fakta, mereka juga menjadi penyaring informasi, memastikan bahwa berita yang beredar dapat dipertanggungjawabkan dan bebas dari hoaks. Pers hadir sebagai benteng utama dalam menangkal misinformasi yang dapat membingungkan masyarakat.
Karena perannya yang begitu strategis, pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi, melengkapi lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Bahkan sejak abad ke-18, istilah fourth estate digunakan untuk menggambarkan kekuatan pers dalam membentuk opini publik dan mengawal isu-isu penting, termasuk politik dan sosial.
Selama 23 tahun berdiri, Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Belitung telah menjadi bagian dari perjalanan panjang jurnalisme di daerah ini. Keberadaannya tidak hanya memperkuat fungsi pers sebagai penyampai berita, tetapi juga sebagai pengawal transparansi dan keadilan di tengah masyarakat.
BACA JUGA:Syukuran HUT ke-23, Pokja Wartawan Belitung Berbagi Takjil dan Gelar Bukber Ramadan
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa pers memiliki empat fungsi utama: sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Selain itu, UU Pers juga berperan sebagai payung hukum yang melindungi kebebasan pers dalam menjalankan tugasnya. Undang-undang ini menjamin kemerdekaan pers sebagai bagian dari hak asasi setiap warga negara.
Namun, seperti yang pernah disampaikan oleh Profesor Bagir Manan, Ketua Dewan Pers periode 2010-2013 dan 2013-2016, kebebasan pers bukan berarti tanpa batas. Pada dasarnya, kebebasan tersebut harus dibarengi dengan tanggung jawab. Pers bertanggung jawab terhadap fakta dan kebenaran dalam setiap pemberitaan yang disampaikan kepada publik.
Di sisi lain, dalam menjalankan tugasnya, wartawan wajib mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Kode etik ini berfungsi sebagai pedoman untuk memastikan bahwa setiap berita yang disampaikan tetap akurat dan objektif.
Sekilas Tentang Pokja Wartawan Belitung
Pokja Wartawan Belitung didirikan pada tahun 2002 sebagai respons atas keprihatinan para jurnalis yang bertugas di Kabupaten Belitung saat itu. Tidak adanya wadah bagi wartawan untuk berkumpul mendorong terbentuknya kelompok ini sebagai tempat bertukar informasi dan memperkuat solidaritas profesi.
Sebelumnya, pada tahun 1985, Belitung sempat memiliki Balai Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Belitung. Namun, pada 1995, balai tersebut tidak lagi dapat digunakan akibat permasalahan kepemilikan lahan. Sejak saat itu, wartawan di Belitung tidak lagi memiliki tempat untuk bernaung.
BACA JUGA:Ramadhan Mewujudkan Ekonomi Madani di Indonesia
Pada masa awal, terdapat sembilan wartawan generasi pertama yang tergabung sebagai anggota PWI dan bertugas di Belitung, yaitu Ahmad Baizuri, Muhammad Hasan, Ansori, Astaman, Sulaiman Mendim, Zulkifli, Asnawi Aziz, Haris Fadilah, dan Aminudin.
Kemudian, muncul generasi kedua wartawan di Belitung yang turut memperkuat dunia jurnalistik di daerah ini. Mereka di antaranya adalah Sumarno, Bismi, Yek, Andama, Syaifudin, Yustami, Wahidjon, Bob Welly, dan Edy Amrin.