Heboh di Media Sosial, Dana Desa Bakal Dipakai Dukung Capres Tertentu
Ilustrasi: Penggunaan Dana Desa --
BACA JUGA:Saksi Tipikor Dana Desa, Ada Peran Sekdes dan Kades Balunijuk
Sosok yang memberikan arahan mengatakan, jadi untuk Kepala Desa langsung kita arahkan ke 0?, tidak ada alasan apapun, menangkan 0? di daerah masing-masing.
“Sedangkan masalah peluru itu masih diupayakan sehingga sebelum pilpres dikeluarkan, dengan catatan dikeluarkan uang dari situ, dari dana desa itu,” papar akun X@Naz_lira
“Dari dana desa, 50 dikirimkan ke situ untuk digunakan serangan, disana nanti ada PJ disitu, Kapolres, Dandim dan Kajari untuk penggunaan itu,” lanjutnya.
Sosok tersebut juga berharap nantinya tidak akan ada pemeriksaan atas proses Pelimu Pilres dan Wapres 2024 mendatang. “Sedangkan 50 tinggal didesa dan mudah-mudahan tidak ada pemeriksaan terkait 2024,” tulisnya.
Pihak yang memberikan arahan juga menyampaikan jika rencana untuk memenangkan salah satu Paslon telah adanya komitmen dari pihak-pihak terkait dan meminta komitmen dari pihak dilapangan.
“Karena itu telah ada komitmen, namun kalian harus komitmen juga, jadi jangan sampai siram-siram tapi kalah juga,” tukasnya. “Makanya untuk itu digetjotlah, kalau sudah berencana jangan sampai awak jadi korban,” sambungnya.
Larangan terkait politik uang dalam Pemilu diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515, dan 523 membahas aspek-aspek terkait larangan ini.
Menurut Pasal 280 ayat (1) huruf j, penyelenggara, peserta, dan tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lain kepada peserta kampanye pemilu. Hal ini diatur untuk mencegah pengaruh finansial dalam proses pemilihan, yang dapat memengaruhi keputusan peserta pemilu.
Dalam Undang-Undang tersebut, politik uang dijelaskan sebagai upaya untuk mencegah peserta pemilu menggunakan hak pilihnya secara tidak sah, seperti dengan memilih peserta pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suara tidak sah. Selain itu, politik uang juga bertujuan agar peserta kampanye memilih pasangan calon, Partai Politik Peserta pemilu, atau calon anggota DPD tertentu.
BACA JUGA:Fakta Mengejutkan Kasus Korupsi Timah di Babel, Mungkinlah Lebih dari Rp 22,78 Triliun
BACA JUGA:Korban Terkaman Buaya di Babel Terus Bertambah, Kepala BPBD Ungkap Penyebabnya
Pasal 286 ayat (1) melarang pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara Pemilu dan/atau pemilih. Larangan ini diterapkan untuk menjaga integritas proses pemilihan dan mencegah pengaruh finansial yang dapat mempengaruhi hasil Pemilu secara tidak sah.
Sanksi pidana politik uang terbagi menjadi tiga kategori, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 523 ayat 1. Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap pelaksana, peserta, atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye Pemilu, baik secara langsung maupun tidak langsung sesuai dengan Pasal 280 ayat (1) huruf j, akan dikenakan pidana penjara maksimal 2 (dua) tahun dan denda maksimal Rp 24 juta.
Pasal 523 ayat 2 mengatur sanksi pidana bagi pelaksana, peserta, atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja, pada masa tenang, menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pidana yang dikenakan adalah penjara maksimal 4 tahun dan denda maksimal Rp 48 juta.