Korban Terkaman Buaya di Babel Terus Bertambah, Kepala BPBD Ungkap Penyebabnya

Ilustrasi seekor buaya -screnshoot ---

BELITONGEKSPRES.COM, PANGKALPINANG - Warga Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) yang menjadi korban terkaman buaya terus bertambah dan sudah menjadi bagian dari tantangan atau cerita dari warga Negeri Serumpun Sebalai. 

Kehadiran banyak kolong atau danau buatan bekas penambangan timah menjadi salah satu penyebab meningkatnya jumlah buaya di wilayah ini. "Di mana ada kolong, di situ ada buaya!" sepertinya sudah menjadi kenyataan. 

Pertanyaannya, mengapa hubungan antara buaya dan manusia semakin tidak harmonis? Bahkan, insiden terbaru melibatkan serangan buaya liar terhadap warga Desa Delas, Kecamatan Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan (Basel).

Pada Jumat, 5 Januari 2024, Harjono menjadi korban serangan buaya saat sedang mengangkat jaring ikan di sungai Nyire. Beruntung, nyawanya berhasil terselamatkan, namun serangan reptil bergerigi tajam itu membuat pemuda berusia 35 tahun itu kehilangan lengan kanannya.

Dalam video yang beredar selama Harjono menjalani perawatan di RSUD Abu Hanifah Koba, terlihat luka bekas gigitan buaya di beberapa bagian tubuhnya. Bagian tangan kanannya, sayangnya, terputus pada bagian lengan sebagai akibat dari insiden tersebut.

BACA JUGA:Konflik Manusia Dengan Buaya di Babel Meningkat

BACA JUGA:Kades dan Bendahara Desa Simpang Rimba Divonis Penjara

Kepala Badan Penanggulangan Bencana di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Mikron Antariksa, menyatakan bahwa potensi konflik antara masyarakat dan buaya di Babel mengalami peningkatan, yang merupakan hasil dari kerusakan lingkungan di habitat buaya tersebut.

Ia menyebutkan bahwa konflik antara manusia dan buaya sering terjadi di daerah-daerah yang rentan terhadap banjir selama musim hujan. Ketika banjir terjadi, buaya-buaya masuk ke pemukiman dan menyerang warga yang menjadi korban banjir.

Meskipun tidak ada pencatatan resmi terkait konflik ini karena tidak termasuk dalam kategori bencana alam, Mikron Antariksa menekankan bahwa konflik tersebut dipicu oleh kerusakan lingkungan. Dia juga mencatat bahwa pihaknya terus menerima laporan tentang peningkatan kejadian serangan buaya dari tahun ke tahun.

Contohnya, kasus serangan buaya terhadap seorang nelayan yang tengah menjaring ikan di sungai baru-baru ini, menyebabkan tangan kanannya harus diamputasi akibat gigitan buaya, menunjukkan urgensi kesadaran dan respons kolektif terhadap ancaman ini.

"Pekan lalu, buaya bahkan masuk ke bawah rumah warga di Pangkalbalam, dan situasi seperti ini harus diwaspadai dan ditanggapi secara bijak," ungkap Mikron Antariksa, Kamis 11 Januari 2024.

Dia menjelaskan bahwa untuk mengatasi risiko serangan buaya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) telah berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), serta pengembang perumahan di wilayah tersebut.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan