Presiden Kritik atas Vonis Ringan Korupsi, Pakar: Hakim Perlu Diperiksa
Dua terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 Harvey Moeis (kanan) dan Reza Andriansyah (kiri) mengenakan rompi tahanan usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, J-Aprillio Akbar/tom.- ANTARA FOTO
BELITONGEKSPRES.COM - Dalam dinamika pemberantasan korupsi yang terus menjadi perhatian publik, desakan agar Mahkamah Agung (MA) meningkatkan pengawasan terhadap para hakim yang menjatuhkan vonis ringan kembali mencuat.
Abdul Fickar Hadjar, ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, menilai kritik Presiden Prabowo Subianto terhadap vonis-vonis ringan tersebut merupakan bentuk kekecewaan yang wajar dan mendesak MA untuk segera bertindak.
“Presiden Prabowo telah menunjukkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan para hakim dengan komitmen meningkatkan taraf hidup mereka. Wajar jika beliau berharap para hakim menjaga integritas dan profesionalisme,” kata Fickar dalam pernyataannya, Kamis 2 Januari.
Fickar mencurigai adanya potensi intervensi non-yuridis di balik vonis ringan terhadap kasus korupsi besar. Hal ini, menurutnya, merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.
BACA JUGA:MA Tegaskan Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi Harus Bersifat Nyata, Bukan Potensi
BACA JUGA:Wujud dari Karakter Bangsa, MK Tolak Gugatan Penghapusan Kolom Agama di KTP
Dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta, Senin 30 Desember, Presiden Prabowo Subianto menyoroti masalah vonis ringan bagi koruptor, terutama pada kasus dengan kerugian negara hingga ratusan triliun.
Tanpa menyebut nama spesifik, kritik Presiden diyakini merujuk pada kasus Harvey Moeis, terdakwa dalam korupsi timah yang merugikan negara Rp300 triliun.
Majelis hakim Tipikor menjatuhkan vonis enam tahun enam bulan kepada Harvey, jauh di bawah tuntutan jaksa yang meminta hukuman 12 tahun. Vonis ini memicu gelombang kritik publik, yang menilai hukuman tersebut tidak sebanding dengan besarnya kerugian negara.
“Rakyat itu mengerti, rampok ratusan triliun vonisnya sekian (tahun). Ini melukai hati mereka,” ujar Presiden dengan tegas.
Sebagai tindak lanjut, Presiden Prabowo langsung memerintahkan Kejaksaan untuk mengajukan banding atas vonis ringan yang dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan. Jaksa Agung ST Burhanuddin, yang hadir dalam forum tersebut, diminta memastikan banding diajukan untuk memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi.
BACA JUGA:DPR RI Usulkan Solusi untuk Penurunan Biaya Haji dengan Mengurangi Tarif Penerbangan
BACA JUGA:Budi Gunawan Jalin Kerjasama Internasional untuk Sita Aset Koruptor di Luar Negeri
Kasus Harvey Moeis menjadi simbol dari ketidakpuasan masyarakat terhadap sistem peradilan korupsi di Indonesia. Dengan sorotan tajam Presiden, perhatian kini tertuju pada langkah Mahkamah Agung untuk merespons kritik ini dan memastikan keadilan ditegakkan.