Apindo: Kolaborasi Pemerintah dan Pengusaha Dibutuhkan untuk Merancang Aturan PPN

Presiden Prabowo Subianto (tengah) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) dan Seskab Teddy Indra Wijaya (kiri) menghadiri konferensi pers terkait kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (31/12/-Aprillio Akbar/aww/pri.-ANTARA FOTO

BELITONGEKSPRES.COM - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen untuk barang dan jasa mewah yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025 mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk kalangan pengusaha. 

Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani, menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pengusaha dalam merancang aturan yang praktis dan efisien terkait kebijakan ini.

Menurut Ajib, pengusaha memiliki peran vital sebagai mitra pemerintah dalam mengumpulkan PPN dari masyarakat. "Pemerintah seharusnya bekerja sama dengan pengusaha untuk menyusun peraturan yang lebih aplikatif. Dengan begitu, pelaksanaannya akan lebih efektif dan tidak membebani pengusaha," ujarnya di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan bahwa meski tarif PPN secara resmi naik menjadi 12 persen, skema penghitungan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) menggunakan rumus DPP x 11/12 x 12 persen. Ajib menganggap pendekatan ini hanya memperumit administrasi pengusaha.

BACA JUGA:Presiden Prabowo Setujui Bantuan Beras 10 Kilogram untuk 6 Bulan di 2025

BACA JUGA:Presiden Prabowo Tegaskan APBN 2024 Berhasil Dikelola dengan Penuh Kehati-Hatian

"PPN adalah pajak tidak langsung yang pada akhirnya dibayar oleh masyarakat, sementara pengusaha bertanggung jawab atas pengelolaan administrasi dan penyetoran ke negara. Kesalahan administrasi bisa berakibat fatal, seperti dikenai denda atau tidak diakuinya faktur pajak," jelas Ajib.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Selasa 31 Desember, menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN ini sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Ia juga menekankan bahwa kebijakan ini dirancang untuk melindungi daya beli masyarakat dan memastikan kenaikan hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah.

Presiden menjelaskan bahwa barang dan jasa mewah yang dimaksud mencakup barang tertentu yang selama ini telah dikenakan PPN atas barang mewah. 

"Kenaikan ini tidak akan berdampak pada kebutuhan dasar masyarakat. Kami ingin memastikan kebijakan ini adil dan tidak menambah beban bagi masyarakat berpenghasilan rendah," kata Presiden.

BACA JUGA:Bulog Berhasil Salurkan Lebih dari 3,8 Juta Ton Beras Selama 2024

BACA JUGA:Produksi Pangan Meningkat: Indonesia Hentikan Impor Beras, Gula, Jagung, dan Garam Pada 2025

Sementara itu, Ajib menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan komunikasi kebijakan yang lebih sederhana, misalnya dengan tetap menyebut tarif PPN 11 persen tanpa penghitungan yang kompleks. "Pendekatan yang sederhana akan mempermudah implementasi dan mengurangi risiko kesalahan," tambahnya.

Kenaikan tarif PPN ini mencerminkan upaya pemerintah untuk menjaga keberlanjutan penerimaan negara sambil tetap memprioritaskan perlindungan terhadap masyarakat kecil. Namun, kerja sama yang erat antara pemerintah dan sektor swasta akan menjadi kunci suksesnya implementasi kebijakan ini. (ant)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan