Hidup Bersama Gelap, Sehat Berkat PLN

Kamis 31 Oct 2024 - 22:49 WIB
Oleh: Nur Suhra Wardyah

Berjalan menyusuri lorong-demi lorong dalam suasana gelap gulita, bahkan sesekali tersandung, menjadi hal biasa bagi seorang tenaga kesehatan yang hendak melakukan pekerjaan mulia bagi pasiennya.

Senter di tangan menjadi penerangan seadanya sebagai bekal setia agar segera sampai ke tempat tujuan. Itu semua demi sebuah amanah, memastikan layanan kesehatan bagi warga terpenuhi.

Sekitar pukul 02.00 Wita atau dini hari, dalam keadaan gelap, tenaga kesehatan bernama Harianti Hafid (31 tahun) berjalan sekitar setengah kilometer untuk memenuhi panggilan kemanusiaan yang menuntutnya harus bekerja di saat semua orang di sekelilingnya tengah tertidur lelap.

Dia adalah seorang bidan desa yang ditugaskan menjadi tenaga kesehatan di Pulau Laiya, Desa Mattiro Labangeng, Kecamatan Liukang Tupa'biring Utara, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, sejak lima tahun terakhir.

BACA JUGA:Kopi Unik Gunung Ciremai, Cita Rasa Nusantara Mendunia

Bersama seorang kerabat pasien, dia bergegas ke rumah warga untuk segera memberikan pertolongan kepada seorang nelayan yang terluka selepas melaut. Pasien ini harus segera mendapat penanganan karena tidak mampu lagi berjalan, akibat luka tusuk ikan beracun saat melaut.

Penerangan yang tidak memadai membuat Harianti mesti bekerja keras menangani luka sayat pada kaki nelayan yang terus mengeluarkan darah.

Keringat mengucur membasahi badan mungilnya, menjadi salah satu tantangan saat menghadapi pasien yang dalam keadaan darurat. Jahitan demi jahitan dipastikan Harianti harus tetap sempurna, kendati pada keadaan yang serba terbatas.

"Pas ada pasien yang ditolong dalam keadaan darurat, keterbatasan kita itu mulai dari gerah karena kepanasan, gelap, apalagi dalam keadaan warga itu kesakitan, ini juga menjadi masalah bagi kami, saat memberikan pertolongan," ucap perempuan berhijab ini yang merupakan tenaga harian lepas atau tenaga honorer di Pangkajene dan Kepulauan.

Perasaan sedih juga menyelimuti Harianti bersama sejumlah warga, tatkala akan merujuk dan mendampingi seorang balita yang menderita sakit step atau kejang akibat demam. Jenis penyakit yang biasanya terjadi pada anak-anak berusia 6 bulan - 5 tahun ini harus segera ditangani langsung oleh dokter.

BACA JUGA:Menakar Potensi dan Konsekuensi Ekonomi dari Keanggotaan RI di BRICS

Kesabaran tenaga kesehatan itu betul-betul diuji untuk segera memberikan pelayanan terbaik bagi pasiennya, sementara penerangan menjadi kendala paling utama saat hendak ingin ke kota di tengah malam.

Embusan angin malam, saat itu, menjadi saksi begitu banyak tantangan yang dihadapi, mulai dari berjalan kaki dari rumah warga ke dermaga yang cukup jauh, melalui dermaga kayu yang rapuh dan berlubang, hingga harus merangkak pelan turun ke perahu karena keadaan air laut sedang surut.

Kelelahan sangat dirasakan Harianti yang harus menggendong pasien anak dan memastikan akibat kejang demam ini tidak fatal, sekaligus mengupayakan segera tiba ke rumah sakit yang memiliki peralatan maupun SDM memadai untuk menangani sang balita.

Demi memberikan pelayanan kesehatan, sulitnya penerangan merupakan tantangan tersendiri bagi Harianti di pulau ini untuk memberikan secercah harapan kepada para pasiennya yang kebanyakan menggantungkan hidup di laut.

Kategori :