Kemenkumham: Kebijakan Kemasan Rokok Polos Dinilai Terburu-buru, Kemenkes Tidak Libatkan 4 Kementerian Terkait

Kamis 26 Sep 2024 - 19:00 WIB
Reporter : Erry Frayudi
Editor : Erry Frayudi

BELITONGEKSPRES.COM - Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan bahwa pihaknya sedang menjalin diskusi dengan pelaku usaha terkait kontroversi kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang merupakan turunan dari PP Nomor 28 Tahun 2024.

Namun, dalam proses ini, ironisnya, beberapa kementerian penting tidak dilibatkan. Kementerian-kementerian tersebut meliputi Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta Kementerian Ketenagakerjaan.

Kementerian Hukum dan HAM juga menggarisbawahi bahwa proses penyusunan kebijakan ini terasa terburu-buru, sementara banyak masukan dari pihak yang terkena dampak belum mendapatkan perhatian yang memadai. Menurut Menkes Budi, pihaknya tengah mengkaji kebijakan ini dan mengundang berbagai asosiasi untuk berdiskusi mengenai aturan tersebut.

"Memang kami sedang mengkaji hal ini. Kami mengajak mitra bisnis untuk berdiskusi," katanya baru-baru ini.

BACA JUGA:Jokowi: Faktor Skema FOB jadi Penyebab Mahalnya Harga Beras di Indonesia

BACA JUGA:Menteri ESDM Siap Tindak Tegas Tambang yang Langgar Kaidah Pertambangan

Sementara itu, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar dari Kementerian Perindustrian, Merrijantij Punguan Pintaria, menekankan pentingnya melibatkan semua pemangku kepentingan dalam pembahasan kebijakan. Ia berharap RPMK bisa didiskusikan kembali dengan partisipasi yang lebih luas.

"Kebijakan harus mampu mencapai konsensus yang berarti, meskipun tidak bisa memuaskan semua pihak," ujarnya. Merri juga menyoroti bahwa standardisasi kemasan dan desain produk tembakau seharusnya melibatkan masukan dari Kemenperin, namun sayangnya, mereka tidak diikutsertakan dalam public hearing yang dilakukan oleh Kemenkes.

Senada dengan itu, Angga Handian Putra dari Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa pihaknya belum terlibat dalam penyusunan RPMK dan mengingatkan bahwa kemasan rokok polos tanpa merek dapat memengaruhi hak-hak para pengusaha dan perdagangan internasional.

"Kebijakan ini dapat mengganggu hak-hak pedagang dan perlu studi ilmiah lebih lanjut untuk memastikan efektivitasnya," tegasnya. Angga juga menekankan bahwa struktur perdagangan Indonesia berbeda dengan negara lain, yang memerlukan pendekatan yang lebih hati-hati.

BACA JUGA:Groundbreaking Tahap Delapan, Investasi Asing Rp1,15 Triliun Mulai Masuk ke IKN

BACA JUGA:Ekonom UOB: Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Dekati 6 Persen dengan Akselerasi Kebijakan yang Tepat

Syaifullah Agam dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menambahkan bahwa suara dari berbagai stakeholder, baik yang pro maupun kontra, sangat penting. Dia mengkhawatirkan dampak kebijakan ini terhadap industri kreatif yang sudah tertekan.

"Public hearing harus melibatkan semua pihak terkait dan langkah ke depannya harus jelas. Ini penting untuk memastikan semua pihak terdampak terlibat," ungkapnya.

Diketahui, public hearing Kemenkes untuk RPMK hanya dilakukan satu kali dengan jumlah undangan yang tidak berimbang, di mana pihak terdampak hanya merupakan minoritas. Setelah itu, tidak ada jadwal resmi untuk public hearing lanjutan yang menanggapi masukan dari berbagai pihak.

Kategori :