BELITONGEKSRES.COM - Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan tentang ancaman PHK besar-besaran yang diperkirakan mencapai 85 juta kasus pada tahun 2025.
Salah satu penyebabnya adalah berkembangnya teknologi Artificial Intelligence (AI) yang mulai banyak menggantikan peran manusia di berbagai sektor pekerjaan.
Namun, Achmad Nur Hidayat, seorang ekonom sekaligus dosen di UPN Veteran Jakarta, memiliki pandangan yang lebih luas terkait pemicu PHK tersebut.
Menurutnya, bukan hanya AI yang menjadi ancaman utama bagi pekerja dan industri. Ada faktor lain yang juga perlu diwaspadai, seperti penurunan daya beli masyarakatn dan kurangnya insentif bagi pengusaha.
BACA JUGA:Gelombang PHK Diprediksi Terus Meningkat Hingga 70.000 Pegawai di Akhir 2024
BACA JUGA:Peserta BPJS Ketenagakerjaan Banyak Non Aktif Gara-Gara PHK
Achmad menegaskan bahwa rendahnya daya beli ini dapat memicu perlambatan ekonomi, yang akhirnya memaksa perusahaan melakukan PHK atau pemutusan hubungan kerja.
“Bukan hanya AI, daya beli masyarakat yang sedang lesu juga berpengaruh besar. Pengusaha tidak mendapat insentif yang cukup kuat untuk mengatasi masalah ini, sehingga PHK pun tak terhindarkan,” ujar Achmadn dikutip dari disway.id, Jumat 20 September 2024.
Ia juga menyoroti masalah impor barang, terutama produk konsumsi yang membanjiri pasar Indonesia.
Menurutnya, hal ini turut melemahkan industri dalam negeri yang sebenarnya bisa mencukupi kebutuhan, tetapi kalah bersaing dengan harga barang impor yang lebih murah.
BACA JUGA:California Bakal Batasi Kloning Aktor oleh AI: Langkah Baru untuk Lindungi Hak Kreatif
BACA JUGA:PHK di Indonesia Capai 40 Ribu Lebih Sejak Awal 2024, Kemenaker Siapkan Langkah Mitigasi
Solusinya? Achmad percaya bahwa ancaman PHK masif bisa dihindari dengan kebijakan APBN yang tepat sasaran. Dengan mendorong daya beli masyarakat melalui program ekonomi yang efektif, gelombang PHK bisa diredam.
Sementara itu, laporan dari Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 5,2 persen, tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Dengan angka ini, kekhawatiran tentang PHK semakin terasa nyata.
Jadi, apakah AI benar-benar satu-satunya penyebab ancaman PHK massal? Atau justru kombinasi berbagai masalah ekonomi yang memperburuk situasi?