Penerbangan haji 2024 diwarnai dengan berbagai persoalan teknis maupun operasional yang berakibat pada keterlambatan dan perubahan jadwal penerbangan jamaah haji.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan banyak penerbangan tertunda, mulai dari suhu ekstrem di Arab Saudi yang berakibat pada performa pesawat menurun, keterbatasan ketersediaan armada, hingga kepadatan bandara di Saudi.
Hingga saat ini, PT Garuda Indonesia (Persero) menjadi satu-satunya maskapai Indonesia yang memiliki perjanjian kerja sama dengan Kementerian Agama dan mengantongi izin untuk penerbangan haji.
Selain Garuda, ada juga Saudia Airlines yang ditugaskan dalam penerbangan haji. Pada 2024, kedua maskapai tersebut bertugas menerbangkan 109.072 orang, terdiri atas 292 kelompok penerbangan (kloter) keberangkatan dan 292 kloter pemulangan dari sembilan embarkasi.
BACA JUGA:Taat Pajak Sebagai Sumbangsih Warga Kepada Negara
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra awal Juli lalu mengakui bahwa proses penerbangan jamaah haji tahun ini penuh tantangan. Untuk pertama kalinya, pesawat Garuda yang digunakan tahun ini lebih sedikit dibandingkan pesawat tambahan yang disewa khusus selama periode haji 3 bulan ini.
Pada periode haji tahun ini, Garuda Indonesia mengoperasikan enam pesawat milik maskapainya dan delapan pesawat sewa. Tipe pesawat tersebut terdiri atas B777-300, A330-300, A340-300, B747-400, dan B777-300.
Delapan pesawat sewaan itu telah melalui serangkaian uji kelaikan terbang oleh Kementerian Perhubungan RI. Irfan mengakui ada beberapa tipe pesawat sewaan itu yang sudah tak digunakan lagi, seperti Boeing B747-400 dengan umur pesawat 23 tahun dan Airbus A340-300 double engine.
Meski demikian, jenis pesawat itu tetap dipilih karena mempunyai kapasitas minimal 360 penumpang, sesuai dengan ketentuan Kementerian Agama yang menetapkan jumlah penumpang minimal 360 orang per kloter.
BACA JUGA:Pergerakan Sesar Cimandiri Isyaratkan Pentingnya Mitigasi Bencana
Namun, hal ini menjadi tantangan karena pesawat berbadan lebar yang digunakan maskapai di seluruh dunia untuk penerbangan jarak jauh jarang memiliki konfigurasi kelas ekonomi penuh. Pesawat-pesawat ini biasanya juga menyediakan kelas bisnis dan kelas satu.
Penerbangan haji juga kian kompleks karena keterbatasan ketersediaan armada dengan kapasitas besar. Apalagi musim haji bertepatan dengan musim liburan musim panas di Eropa. Hal ini menyebabkan peningkatan permintaan pesawat untuk penerbangan ke Eropa sehingga menyulitkan Garuda Indonesia mendapatkan pesawat tambahan untuk disewa untuk penerbangan haji.
Belum lagi, proses pengadaan pesawat yang panjang membutuhkan waktu lebih dari 7 bulan dan sembilan kali tender. Hal ini juga yang menjadi alasan Garuda terlambat mengajukan jadwal penerbangan ke pihak otoritas Saudi.
Menjelang keberangkatan, Irfan mengungkapkan terdapat 46 dari 81 slot penerbangan jamaah haji Indonesia tidak sesuai dengan rencana awal karena Garuda Indonesia gagal mendapat slot di bandara.
BACA JUGA:Memantapkan Tonggak Transisi Ibu Kota Negara dari Persiapan HUT RI