Akibat kondisi ini, 46 kloter jamaah haji yang seharusnya pulang melalui Bandara Jeddah, mereka harus pulang melalui Bandara Madinah. Akibatnya, jamaah harus menempuh perjalanan darat cukup jauh dan melelahkan.
“Kami terlambat memasukkan (tipe pesawat). Ketika kami meminta slot, pihak Arab Saudi akan menanyakan tipe pesawatnya apa, sementara kami belum menyelesaikan proses penyewaan. Jadi ketika kami mengajukan sudah terlambat dan sudah terisi oleh pihak lain,” kata Irfan.
Meski demikian, Garuda Indonesia menanggung seluruh biaya tambahan yang timbul akibat keterlambatan, termasuk akomodasi hotel, transportasi, dan makan.
Selain itu, keterlambatan juga disebabkan oleh keterbatasan jam terbang awak pesawat. Awak pesawat memiliki regulasi jam terbang yang tidak boleh dilanggar untuk memastikan keselamatan penerbangan. Hal ini terkadang menyebabkan kekurangan pilot atau awak kabin yang siap terbang, meskipun pesawat dan jamaah sudah siap.
BACA JUGA:Melawan Hoaks Lewat Filsafat Sebagai Filter Berpikir Rasional
Sebagai antisipasi gangguan penerbangan akibat kerusakan mesin pada pesawat, Garuda Indonesia juga menyiapkan tiga armada reguler sebagai cadangan untuk melayani embarkasi haji.
Namun, penggunaan pesawat cadangan ini berdampak pada keterlambatan sekitar 200 penerbangan reguler.
“Akan tetapi, saya pastikan semua sudah selesai, jadi tidak ada lagi jamaah haji yang slotnya berpindah-pindah. Mereka yang seharusnya pulang dari Jeddah maka akan pulang dari Jeddah, demikian juga mereka yang pulang dari Madinah akan pulang dari Madinah,” kata Irfan.
Kesempatan untuk maskapai lain
Berdasarkan data Garuda, kinerja ketepatan waktu (OTP) Garuda pada fase keberangkatan haji 2024 sebesar 80 persen. Dari total penerbangan, 32 persen tepat waktu, 21 persen mengalami penundaan, dan 47 persen berangkat lebih awal.
BACA JUGA:Memeriahkan Semangat Stepa di World Nomad Games
Secara umum, 86 persen penundaan disebabkan oleh faktor operasional dan 14 persen disebabkan oleh faktor teknis armada.
Sementara itu pada fase pemulangan haji, data Garuda Indonesia per 3 Juli 2024 menunjukkan bahwa tingkat ketepatan waktu Garuda sebesar 71 persen, dengan 44 persen penerbangan tepat waktu, 29 persen terlambat, dan 28 persen berangkat lebih awal.
Sebanyak 4 persen keterlambatan penerbangan terjadi karena aspek armada penerbangan, 96 persen disebabkan oleh aspek operasional dan layanan di Arab Saudi, seperti pengondisian jamaah lansia dan sakit yang membutuhkan penanganan khusus, serta peningkatan jumlah jemaah haji yang tidak disertai dengan penambahan kapasitas Bandara Jeddah yang menyebabkan penumpukan di beberapa area, baik pintu keberangkatan maupun imigrasi.
Isu keterlambatan oleh Garuda menjadi masalah yang paling banyak mendapat sorotan dan komplain selama keberangkatan haji 2024. Paling parah adalah yang menimpa jamaah Kloter 3 Embarkasi Kualanamu (KNO 03) yang terlambat 12 jam 30 menit.
BACA JUGA:Transisi Energi Berkeadilan dalam Perspektif Spiritualitas Keagamaan