Legislator Ajak Anggota DPR RI Awasi Revisi UU Haji untuk Pelayanan yang Lebih Baik

Sejumlah Jamaah Calon Haji (JCH) asal Kalimantan Barat berjalan menuju pesawat sebelum keberangkatan di Bandara Supadio, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Senin (27/5/2024). ANTARA FOTO/Jessica Wuysang/aww/am.--

BELITONGEKSPRES.COM - Anggota DPR RI periode 2024–2029, Ledia Hanifa, mengajak rekan-rekan legislatifnya untuk berperan aktif dalam mengawasi penerapan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU Haji). 

Menurutnya, langkah ini penting untuk memastikan pengelolaan haji di Indonesia berjalan dengan lebih baik dan transparan.

"Revisi ini penting mengingat banyaknya permasalahan yang ditemukan oleh Pansus Angket Haji pada tahun 2024. Beberapa isu krusial seperti pembagian kuota tambahan yang tidak sesuai dengan ketentuan UU Haji harus segera diperbaiki," ungkap Ledia dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu.

Selain itu, revisi juga bertujuan memperbaiki pengelolaan keuangan haji yang saat ini masih menjadi sorotan. Ledia menekankan bahwa DPR RI telah menerima mandat dari Pansus Angket Haji untuk memperbarui dua undang-undang terkait, yakni UU Pengelolaan Keuangan Haji (UU Nomor 34 Tahun 2014) dan UU Haji.

BACA JUGA:Bisakah Guru Swasta Mengikuti Seleksi PPPK 2024? Simak Penjelasannya

BACA JUGA:Turunnya Harga BBM: Perbaikan Citra Jokowi atau Murni Kebijakan Pro-Rakyat?

Pada rapat paripurna DPR RI penutupan Masa Sidang I Tahun 2024–2025, Panitia Khusus (Pansus) Angket Penyelenggaraan Haji merekomendasikan agar kedua undang-undang tersebut direvisi. 

Hal ini merupakan hasil dari penyelidikan yang dilakukan oleh Pansus Angket Haji, yang menemukan adanya ketidakpatuhan dalam pelaksanaan UU Haji, terutama terkait dengan ketidaksesuaian pengelolaan haji di Indonesia dengan perkembangan terbaru di Arab Saudi.

Temuan Pansus Angket Haji menunjukkan bahwa model penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia masih mengandalkan pendekatan dari pemerintah ke pemerintah (G2G), sementara di Arab Saudi, pendekatan telah bergeser ke model bisnis. Hal ini menyebabkan pemerintah di Indonesia, khususnya Kementerian Agama, masih berperan sebagai regulator sekaligus operator dalam pelaksanaan ibadah haji, yang dinilai kurang efisien dalam konteks saat ini.

BACA JUGA:Kinerja Polri Mendapat Sorotan Dunia di Bawah Kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit

BACA JUGA:Kemenag Tekankan Pengawasan Ketat Pascasertifikasi Halal untuk UMKM

"Dengan adanya revisi, diharapkan Indonesia bisa menyesuaikan diri dengan perubahan model pelayanan haji di Arab Saudi yang kini beralih dari hubungan pemerintah langsung ke penyedia jasa haji. Hal ini tentu berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan bagi jamaah," tambah Ledia.

Dia berharap revisi undang-undang ini dapat membawa perbaikan signifikan dalam penyelenggaraan ibadah haji dan pengelolaan keuangan haji di masa mendatang, demi memberikan pelayanan terbaik bagi jamaah haji Indonesia. (ant)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan