Sidang Korupsi ‘Tanam Pisang Tumbuh Sawit’: 3 Bos Perkebunan Kompak Tak Tahu Masuk Lahan Konsesi

Tiga bos perusahaan sawit dihadirkan sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Pangkalpinang--Babel Pos

PANGKALPINANG, BELITONGEKSPRES.COM - Sidang lanjutan kasus korupsi lahan ‘tanam pisang tumbuh sawit’ di Kota Warigin, Kabupaten Bangka, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Pangkalpinang.

Kasus ini menyeret lima terdakwa, termasuk mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Bangka Belitung (Babel), H Marwan, serta Dirut PT NKI, Ari Setioko, bersama tiga PNS lainnya, yaitu Dicky Markam, Bambang Wijaya, dan Ricki Nawawi.

Sidang kali ini menghadirkan tiga bos perusahaan sawit sebagai saksi, yaitu Datuk H Ramli Sutanegara (PT SAML), Desak K Kutha Agustini (PT BAM), dan Raden Laurencius Johny Widyotomo (PT FAL).

Pengakuan Bos Perkebunan Sawit

Dalam persidangan Kamis 20 Februari 2025, dua saksi utama, Raden Laurencius Johny Widyotomo dan Datuk H Ramli Sutanegara, mengaku baru mengetahui bahwa perusahaan mereka telah masuk ke lahan konsesi PT NKI seluas 1.500 hektare pada tahun 2024.

BACA JUGA:Pakar Menilai Tata Kelola dan Manajemen Risiko jadi Tantangan Danantara

Menurut kesaksian dua bos besar perusahaan tersebut, mereka berani ekspansi lahan perkebunan sawit dilakukan berdasarkan hasil kajian dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH). 

“Saat mengajukan izin pada 2023, lahan tersebut tidak masuk dalam konsesi PT NKI. Kami baru mengetahui statusnya setelah 2024,” ujar Datuk Ramli, seperti dikutip dari Babel Pos (Grup Belitong Ekspres).

Sementara itu, Raden Laurencius Johny Widyotomo, perwakilan PT FAL, mengungkapkan, investasi perkebunan sawit seluas 824 hektare yang dilakukan perusahaannya berawal dari tawaran Kepala Desa Subariat. Tawaran ini awalnya menarik minat tiga perusahaan, yakni PT FAL, PT THEP dan CV NIKO.

“Kades Subariat yang menawarkan lahan tersebut. Saat itu ada tiga perusahaan yang berminat, dan dilakukan seleksi siapa yang siap berinvestasi. PT FAL akhirnya terpilih setelah menawarkan kebun plasma 25 persen untuk masyarakat,” ujar Johny dalam persidangan.

BACA JUGA:ATR/BPN Batalkan 192 Sertifikat Tanah Bermasalah di Kasus Pagar Laut Tangerang

Tak Ada Informasi Soal Konsesi PT NKI

Johny mengklaim bahwa pihaknya sama sekali tidak mengetahui adanya konsesi PT NKI di lokasi tersebut. Ia beralasan bahwa desa memiliki surat dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) yang menyatakan lahan tersebut milik warga.

“Tidak ada informasi bahwa lahan tersebut masuk dalam konsesi PT NKI. Desa menyebut itu tanah warga, dan memang sudah banyak masyarakat yang berkebun di sana. Kami pun melakukan ganti rugi sebesar Rp 20 juta per hektare untuk 535 hektare lahan. Prosesnya dilakukan di kantor Kades,” jelasnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan