ATR/BPN Batalkan 192 Sertifikat Tanah Bermasalah di Kasus Pagar Laut Tangerang

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (21/2/2025)-Muzdaffar Fauzan-ANTARA

BELITONGEKSPRES.COM - Kasus pemalsuan sertifikat tanah di kawasan pagar laut Tangerang terus bergulir. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengonfirmasi bahwa 192 dari 280 sertifikat bermasalah telah resmi dibatalkan. 

Saat ini, hanya 13 sertifikat yang masih dalam proses evaluasi karena statusnya yang belum jelas, berada di area abu-abu antara daratan dan wilayah laut.

"Untuk 13 sertifikat ini, kami masih mendalami statusnya. Harus sangat hati-hati agar tidak menimbulkan sengketa hukum di masa depan," ujar Nusron dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat. Ia menekankan bahwa kesalahan dalam pembatalan bisa merusak reputasi lembaga jika kemudian digugat dan kalah di pengadilan.

Sebanyak 58 sertifikat lain dinyatakan sah karena berada di dalam garis pantai, sehingga tidak dapat dibatalkan sesuai ketentuan yang berlaku. Sebelumnya, 17 sertifikat hak milik (SHM) juga sudah lebih dulu dicabut.

BACA JUGA:Jelang Ramadhan 2025, Pemerintah Akan Gelar Operasi Pasar Murah Nasional pada 24 Februari

BACA JUGA:Jelang Ramadan dan Idulfitri, Pertamina Pastikan Stok BBM dan LPG Aman

Di sisi lain, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkap motif di balik pemalsuan sertifikat tersebut, yang ternyata berkaitan erat dengan kepentingan ekonomi. Empat tersangka telah ditetapkan, yaitu Kepala Desa Kohod, Arsin; Sekretaris Desa (Sekdes) UK; serta dua penerima kuasa, SP dan CE.

Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro menyebutkan bahwa dalam pemeriksaan, para tersangka saling melempar tanggung jawab terkait aliran dana yang diterima dari praktik ilegal ini. "Motifnya jelas ekonomi, dan kami akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat," tegasnya.

Kasus ini menjadi perhatian serius karena melibatkan manipulasi sertifikat tanah yang berdampak pada kepemilikan lahan di kawasan pesisir, berpotensi memicu konflik agraria di wilayah tersebut. (antara)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan