BELITONGEKSPRES.COM - Menko PMK Muhadjir Effendy mengusulkan agar korban judi online bisa menerima bantuan sosial (bansos) sebagai upaya untuk meringankan beban mereka. Menurut Muhadjir, para korban tersebut dapat dimasukkan dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk mendapatkan bansos.
“Kami telah memberikan banyak advokasi kepada korban judi online, salah satunya dengan memasukkan mereka ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai calon penerima bantuan sosial (bansos),” ujar Muhadjir yang dikutip dari Antara.
Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki pandangan yang berbeda terkait fenomena judi online ini. OJK lebih fokus pada edukasi masyarakat agar tidak terjebak dalam praktik perjudian online.
“OJK lebih mendorong edukasinya. Jangan sampai masyarakat mudah terbuai ikut judi online karena kalau sudah terjerat, barang apa saja di rumah bisa dijual bahkan rela berhutang ke pinjol. Sudah ada bukti kasus-kasus itu,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan OJK, Friderica Widyasari Dewi.
BACA JUGA:Samsung Bakal Hadirkan Galaxy S24 FE, Performa Flagship dengan Harga Terjangkau
BACA JUGA:Kinerja Cemerlang PTK: Laba Bersih 2023 Capai Rp1,05 Triliun
Friderica menekankan bahwa fokus pada edukasi mengenai bahaya judi online dan cara pencegahannya adalah salah satu upaya yang paling efektif untuk memberantas judi online. Menurutnya, pemberian bansos kepada korban judi online dapat menimbulkan masalah tersendiri.
Di satu sisi, bansos untuk korban judi online bisa menjadi bentuk bantuan dari pemerintah. Namun, di sisi lain, bansos bisa membuat para pelaku atau korban judi online menjadi ketergantungan.
"Kalau melihat dari sisi yang mendukung, bisa jadi mereka berpikir bahwa orang yang sedang mengalami kesulitan memang perlu dibantu. Namun, di sisi yang menentang, ada kekhawatiran bahwa memberikan bansos kepada mereka yang kehabisan uang karena judi online justru membuat orang miskin tidak merasa perlu berusaha keras karena mereka bisa mendapatkan bantuan sosial," imbuhnya.
Peneliti di bidang sosial dari The Indonesian Institute (TII), Dewi Rahmawati Nur Aulia, berpendapat bahwa rencana memberikan bantuan sosial kepada korban judi online tidaklah tepat.
BACA JUGA:Promo Spesial Jakarta Fair 2024: PT Piaggio Indonesia Tawarkan Cicilan Mulai 1.9 Jutaan
BACA JUGA:Realme GT 6 ‘AI Flagship Killer’ Segera Meluncur di Indonesia 20 Juni 2024
Dewi menjelaskan bahwa menurut ketentuan dalam Undang-Undang, penerima bantuan sosial adalah masyarakat miskin, yang termasuk dalam kategori hidup tidak layak atau memiliki penghasilan di bawah upah minimum.
Sementara itu, korban judi online tidak memenuhi kriteria tersebut karena mereka terlibat dalam aktivitas yang tidak produktif dan berpotensi merugikan diri sendiri atas pilihan mereka sendiri.
"Seperti yang kita ketahui, para pelaku judi online ini sebenarnya terlibat dalam aktivitas tersebut atas keputusan pribadi mereka sendiri," kata Dewi, seperti dikutip dari Antara.